Analis sebut Presiden sedang peragakan taktik politik pemindahan tekanan

id presiden,mik bataona

Analis sebut Presiden sedang peragakan taktik politik pemindahan tekanan

Analis politik dari Unwira Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Dengan melakukan tekanan, seorang pemimpin bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya
Kupang (ANTARA) - Analis politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan, Presiden Jokowi sedang memperagakan taktik politik pemindahan tekanan.

Taktik pemindahan tekanan ini sengaja dilakukan Presiden, yang selama tiga bulan ini, terus ditekan oleh publik sebagai penanggung jawab utama di masa kriris pandemi COVID-19 ini, kata Mikhael Raja Muda kepada ANTARA di Kupang, Selasa (30/6).

Pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu mengemukakan pandangan itu, berkaitan makna dibalik kemarahan Presiden yang ditayangkan akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6).



Menurut dia, lewat amarahnya yang sengaja diunggah pihak istana, Presiden ingin memindahkan tekanan yang diterimanya selama ini kepada para pembantunya. 

Sebab Presiden merasa bahwa jika semua kesalahan hanya ditimpahkan kepadanya, maka para menteri akan bebas dari tekanan dan resiko politik, padahal Presiden telah memilih mereka dari jutaan manusia Indonesia untuk menduduki posisi penting. 

Presiden Jokowi juga ingin agar rakyat membantunya untuk menekan para pembantunya sebab tekanan adalah bagian penting dari kerja pemerintahan. 

"Dengan melakukan tekanan, seorang pemimpin bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya," katanya. 

Artinya, ini trik Jokowi agar masyarakat turut menekan para pembantunya, untuk segera bereaksi setelah video kemarahannya itu tersebar dan menjadi viral. 

Jika publik menekan dan para menteri bereaksi baik dan benar, maka penyaluran dana-dana krisis akan dipercepat. 

"Jadi secara positif, taktik pemindahan tekanan itu bertujuan untuk menaikan presure kepada para menteri agar bekerja lebih cepat lagi, dan harus dengan semangat extraordinary," katanya. 

Bermakna negatif

Tetapi harus dipahami oleh para menteri bahwa taktik pemindahan tekanan ini sekaligus juga bermakna negatif, yaitu untuk menjadi semacam alat legitimasi politik bagi Presiden jika nanti Presiden harus melakukan reshuffle atau mengganti komposisi para anggota kabinet. 

"Lewat video berisi kemarahan Presiden yang sengaja diunggap 10 hari kemudian setelah sidang kabinet, Presiden dan tim komunikasi politiknya sebenarnya juga sedang menyasar dukungan publik," katanya. 

Jokowi yang sudah menyiapkan skenario 'reshuffle' jika keadaan tidak berubah, sedang mengais dukungan publik agar keputusan politik yang akan diambilnya tentang reshuflle kabinet atau apa pun, bisa memiliki legitimasi. 

Karena legitimasi sangatlah penting bagi seorang pemimpin. Tanpa dukungan publik atau legitimasi, keputusan politik sang pemimpin bisa menjadi boomerang. 

"Lewat video amarahnya tersebut, presiden ingin mengumpulkan dukungan publik untuk mengamankan langkah politik yang akan diambilnya. 

Artinya ketika nanti ada reshuffle kabinet maka publik akan satu kubu dengan Jokowi atau mendukung langkah Jokowi tersebut, sekaligus melindungi Jokowi dari serangan partai politik atau kelompok kepentingan yang akan marah dan kecewa atas perombakan kabinet nanti. 

Propaganda politik

Terakhir menurut dia, bahwa sebagai sebuah alat komunikasi, dalam video viral kemarahan Jokowi dalam sidang kabinet adalah alat propaganda politik. 

"Jadi video yang diunggah tim komunikasi politiknya adalah instrumen kekuasaan, bukan murni sebuah wujud transparansi kepada publik," katanya. 

Dalam psikologi politik, video berisi kemarahan Jokowi yang diunggah pihak istana adalah wacana politik yang bertujuan kekuasaan, karena bertujuan untuk memancing reaksi marah dari publik terhadap kinerja para personil kabinet yang kinerjanya tidak becus. 

Artinya, video ini menjadi semacam alat konsolidasi persepsi dan kepentingan dukungan politik kepada sang presiden, bukan sebuah wujud komunikasi biasa dengan tujuan transparansi kinerja pemerintahan. 

Baca juga: Presiden Jokowi: Jangan paksakan normal baru bila data tidak mendukung

Dengan video viral tersebut, publik yang melihatnya lalu setuju dengan kemarahan presiden akan memahami bahwa molornya Bansos, buruknya pembagian BLT, dan mandeknya dana-dana stimulus ekonomi, terutama untuk UKM dn usaha mikro juga stimulus bagi industri, dan lainnya adalah murni kesalahan para menteri, bukan kesalahan Presiden. 

Dengan kata lain, video amarah presiden dan conten atau isi pesannya sengaja diunggah oleh pihak istana untuk menjadi wacana yang menciptakan relasi kekuasaan yang mendisiplinkan publik.

Dalam hal ini, video tersebut adalah alat kekuasaan untuk menciptakan wacana-wacana yang memberi efek kuasa yang menguntungkan citra Jokowi. 

Ketika wacana tentang video ini terus dipersepsi secara positip oleh publik, maka alat propaganda ini sukses memberi efek kuasa yang sukses mengendalikan publik, dan menguntungkan langkah politik Presiden ke depan, kata Mikhael Raja Muda Bataona. 


Baca juga: Presiden Jokowi minta pimpinan daerah atur "gas dan rem" penanganan COVID-19