Kupang (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkuham) Provinsi Nusa Tenggara Timur Marciana Dominika Djone mengatakan pihaknya mendukung perlindungan indikasi geografis (IG) tenun ikat yang dihasilkan masyarakat di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores.
"Perlindungan indikasi geografis (IG) terhadap kekayaan intelektual produk tenun ikat ini untuk melindungi produsen dan konsumen dari pemalsuan produk khas wilayah," katanya ketika dihubungi di Kupang, Rabu (1/8).
Perlindungan IG ini bertujuan untuk menjaga kelestarian budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pelaku usaha produk khas daerah, katanya.
Ia menjelaskan sebagai wujud dukungan, pihaknya telah hadir memberikan sosialisasi tentang Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) dan pembentukan MPIG tenun tradisional di Manggarai.
Baca juga: Kemenkuham NTT ajukan 275 permohonan HKI sepanjang 2019-2021
Baca juga: Dharma Wanita Kemenkuham NTT bermain bersama anak binaan di lapas anak
Marciana menjelaskan selain kopi arabika dan robusta Manggarai yang telah terdaftar sebagai produk IG, masyarakat Manggarai memiliki produk tenun ikat yang dikenal tenun songke dengan motif yang indah.
Produk tenun songke ini perlu dilindungi karena sebagai tanda pengenal dan indikator kualitas produk yang dihasilkan suatu lokasi tertentu dengan karakteristik tertentu yang dipertahankan reputasinya, kata dia.
Marciana menyebutkan sejumlah potensi IG yang dimiliki Manggarai, yakni tenun songke, vanili, kakao, durian, tarian caci, ritual adat penti, rumah adat mbaru niang, dan alat musik gendang yang terbuat dari kulit manusia di Desa Todo.
Berbagai kekayaan ini, kata dia, perlu dilindungi sehingga dapat memberikan nilai tambah komersial terhadap produk karena keasliannya dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi daerah lain.
"IG merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang hak kepemilikannya dapat dipertahankan dari segala tindakan melawan hukum dan persaingan curang," katanya.
Ia mengatakan permohonan IG hanya dapat dimohonkan oleh pemerintah daerah dan kelembagaan masyarakat yang dikenal dengan MPIG.
MPIG sangat membutuhkan peran pemerintah daerah di antaranya memfasilitasi pembentukan peraturan daerah, pemenuhan sarana prasarana, dan peningkatan sumber daya manusia bagi anggota MPIG.
"Karena itu, kami sangat berharap pemerintah daerah dan DPRD menginisiasi kebijakan dalam bentuk peraturan daerah tentang penyelenggaraan kekayaan intelektual," katanya.