Kupang (Antara NTT) - Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Timur Yohanis Tay Ruba mengatakan anomali iklim seperti perubahan awal musim hujan menjadi salah satu faktor penghambat untuk mencapai Program Swasembada Jagung Nasional pada 2018.
"Anomali iklim ini kendala utama yang sulit dihindari para petani daerah ini di lapangan dalam dua tahun terakhir, bertepatan dengan pencanangan Presiden Joko Widodo yang menargetkan 2018 Indonesia dapat memenuhi sendiri kebutuhan jagung," katanya di Kupang, Selasa.
Mantan Penjabat Bupati Ngada ini mengatakan faktor anomali iklim menjadi salah satu penghambat bagi petani dalam upaya mewujudkan swasembada jagung nasional pada 2018, sehingga dengan sendirinya pemerintah stop membeli jagung impor.
Menurut dia, anomali iklim berupa perubahan dan pengunduran musim tanam dan musim panen tidak hanya berdampak bagi petani lahan kering (tebas bakar), tetapi juga terhadap hampir semua lahan tadah hujan yang tersebar di kabupaten-kabupaten yang tidak bisa ditanam.
"Ini terlihat dari luas areal tanam jagung untuk musim tanam 2015/2016 yang ditargetkan 229.000 hektare, tapi hanya terealisasi seluas 214.000 hektare," katanya lagi.
Konkretnya anomali iklim telah mengakibatkan hujan yang tidak merata dari aspek tempat dan waktu, sehingga membuat sejumlah daerah gagal tanam, terutama lahan tadah hujan, dan sulit bagi dinas untuk pastikan total produksi, katanya lagi.
Dia menjelaskan, para petani yang gagal tanam akibat minim curah hujan sebagai dampak dari anomali iklim, sehingga para petani didorong untuk terlibat sebagai pekerja di daerah irigasi.
"Atau mereka bisa menggarap lahan di daerah irigasi yang tidak ditanam. Prinsipnya, terus mendorong para petani untuk memanfaatkan lahan dan perluasan areal tanam di daerah irigasi agar ketersediaan stok pangan terutama beras dan jagung tetap terjaga," katanya pula.
Selain itu, pihaknya juga mendorong petani agar mengoptimalkan lahan-lahan pertanian di daerah sentra produksi.
"Para petani diharapkan memanfaatkan secara maksimal sumber air alternatif seperti sumur dengan memanfaatkan sarana prasarana yang telah disalurkan, juga melakukan diversifikasi pangan terutama hortikultura semusim yang tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak," kata dia.
"Semua daerah irigasi kami dorong untuk tetap tanam padi dan jagung, juga melakukan penangkaran benih untuk kebutuhan musim tanam berikutnya," ujar dia.
Sebagai pembanding, dia menyebutkan total produksi sepanjang tahun 2014 dan 2015 untuk tanaman padi, jagung, dan kedelai.
Tanaman padi, total produksi tahun 2015 sebanyak 948.088 ton atau naik sekitar 14 persen dari tahun 2014 sebanyak 825. 728 ton.
Sedangkan total produksi jagung pada tahun 2015 sebanyak 685.081 ton atau naik sekitar lima persen dari tahun 2014 sebanyak 647.108 ton.
Sedangkan kedelai juga mengalami kenaikan produksi, tahun 2014 sebanyak 2.710 ton menjadi 3.615 ton pada tahun 2015.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya di Mojokerto, Jawa Timur menegaskan Indonesia bisa swasembada jagung paling lambat tahun 2018.