Pengamat: Hubungan parpol-mahasiswa seperti rel kereta

id Tommy Susu

Pengamat: Hubungan parpol-mahasiswa seperti rel kereta

Pengamat otonomi daerah dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Tommy Susu. (ANTARA Foto/dok)

"Hubungan parpol dengan mahasiswa tidaklah renggang dalam makna leksikal tetapi dalam koridor status kelembagaan, telah menjadikan kondisi eksisting seperti rel kereta api," kata Mikhael Tommy Susu.
Kupang (ANTARA News NTT) - Pengamat otonomi daerah dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikhael Tommy Susu mengatakan hubungan parpol dengan mahasiswa tidaklah renggang dalam makna leksikal tetapi dalam koridor status kelembagaan, telah menjadikan kondisi eksisting seperti rel kereta api.

"Mungkin saja akan pergi ke tujuan yang sama. Besi rel kereta yang kiri, tetaplah kiri dan yang kanan tetaplah kanan sampai tempat tujuan," katanya kepada Antara di Kupang, Sabtu (8/12) terkait hubungan parpol-mahasiswa menjelang Pemilu 2019.

Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan seputar alasan mengapa para mahasiswa menjadi sasaran imbauan partai politik untuk tidak golput saat menjelang Pemilu, dan apakah karena hubungan mahasiswa dengan partai politik begitu renggang sehingga imbauan itu menjadi wajib disampaikan.

Ketua Garda Pemuda NasDem Prananda Surya Paloh mengimbau para mahasiswa untuk tidak golput pada Pemilu 2019, saat memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang beberapa waktu lalu.

Menurut dia, hubungan mahasiswa dengan parpol tidaklah renggang dalam makna leksikal (yang sebenarnya), tetapi dalam koridor status kelembagaan, telah menjadikan kondisi eksisting (yang ada) seperti rel kereta api.

"Secara kasat mata nampaknya hubungan parpol dengan mahasiswa renggang. Idealisme parpol jelas termuat dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga parpol. Sedang, idealisme mahasiswa adalah kebenaran universal," katanya.

Baca juga: GP NasDem ajak mahasiswa Undana jangan golput

Dosen FISIP Unika Widya Mandira Kupang itu menjelaskan idealisme universal atau kebenaran universal itu terbingkai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap statuta konstitusi negara dan direkonstruksi menjadi idealisme publik.

"Idealisme kepublikan dimana masyarakat dalam posisi yang dikotomis dengan pemerintah yang memegang, dan menggunakan kekuasaan yang didaulat oleh warga negara," katanya.

Dalam konstelasi tersebut, mahasiswa terus menduga bahwa parpol yang paling bertanggung jawab, dan menghasilkan serta mempromosikan orang-orangnya duduk dalam jabatan pemerintahan dan menggunakan kekuasaan itu.

Pada saat yang sama, parpol memandang statuta mahasiswa sebagai komunitas warga negara yang sementara melatih dirinya, mengidentifikasi dirinya, yang jauh dari kemapanan pola pikir (mindset), ekonomi maupun idealisme.

Namun semuanya itu, kata Tommy, hanya bersifat situasional dalam status sebagai mahasiswa. "Periode ini akan segera berakhir dan mahasiswa akan keluar dari kampus dan kembali ke habitat masyarakat," ujarnya.

"Mungkin juga, para mahasiswa akan masuk dalam komunitas partai politik dengan idealisme yang berbeda dengan kondisi pada saat di kampus," demikian Mikhael Tommy Susu.

Baca juga: Tiga faktor penyebab orang memilih golput
Baca juga: Wajar mahasiswa jadi sasaran imbauan golput