Jakarta (ANTARA) -
Kendati begitu, Sri Mulyani memastikan pihaknya tetap mendengarkan aspirasi masyarakat, misalnya soal pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terkait hal itu, dia menyebut akan mencari peluang serapan tenaga kerja. Sebagai contoh, banyak dana aliran masuk asing (foreign direct investment/FDI) pada sektor hilirisasi dan sektor teknologi terus bertumbuh. Maka, kedua sektor ini bisa didorong untuk menciptakan banyak lowongan pekerjaan.
"Kita akan terus memperhatikan agar masyarakat yang paling rentan mendapat dukungan, apakah itu dalam bentuk bantuan sosial atau pelatihan. Di sisi lain, bisa memperbaiki iklim investasi sehingga muncul lapangan kerja baru," tuturnya.
Kekhawatiran mengenai pelemahan daya beli masyarakat makin menguat usai perekonomian nasional mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut.
Namun, pemerintah menyatakan deflasi tidak berkaitan dengan daya beli.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, deflasi terjadi pada komponen harga bergejolak (volatile food). Sementara pelemahan daya beli seharusnya terefleksi pada komponen inflasi inti (core inflation), yang hingga September 2024 masih mencatatkan inflasi.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan angka deflasi yang diperoleh BPS mengacu pada Indeks Harga Konsumen (IHK), di mana faktor yang memengaruhi adalah biaya produksi hingga kondisi suplai.
Untuk itu, BPS tidak mengaitkan data deflasi dengan dugaan penurunan daya beli masyarakat.
“Untuk mengambil kesimpulan apakah ini menunjukkan indikasi daya beli masyarakat menurun, harus ada studi lebih lanjut. Karena daya beli itu tidak bisa hanya dimonitor dari angka inflasi atau deflasi,” ujarnya.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani ingatkan pemda tak manipulasi data inflasi
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Defisit rendah APBN 2023 menjadi payung ekonomi 2024