Polda Diharapkan Profesional Tangani Kasus 'Trafficking'

id TKI

Polda  Diharapkan Profesional Tangani Kasus 'Trafficking'

TKI (TKI)

"Kami berharap agar kasus perdagangan orang yang selama ini terjadi semakin di usut dan lebih profesional lagi dalam mengusut kasus-kasus ini," kata Direktur Eksekutif Institute Of Resource Governance and Social Change (IRGSC), Dominggus Elcid.

Kupang,  (Antara NTT) - Sejumlah aktivis anti Perdagangan Orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengharapkan Polda NTT semakin profesional dalam menangani kasus perdagangan orang seiring kenaikan tipe Polda itu dari B ke A.

"Kami berharap agar kasus perdagangan orang yang selama ini terjadi semakin di usut dan lebih profesional lagi dalam mengusut kasus-kasus ini," kata Direktur Eksekutif Institute Of Resource Governance and Social Change (IRGSC), Dominggus Elcid,  di Kupang, Selasa.

Hal ini menanggapi dan harapannya terkait kenaikan status Polda NTT yang semula bertipe B menjadi A yang baru dikukuhkan oleh Wakapolri Komjen Pol Syafruddin di Kupang pada Jumat (7/4) pekan lalu.

Sebelumnya Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komjen Pol Syafruddin pada Jumat (7/4) pekan lalu mengukuhkan tipologi Polda NTT dari B menjadi A.

Dalam keterangannya kepada wartawan ia mengatakan kenaikan tipe tersebut karena Polda NTT berada di wilayah perbatasan dan sebagai bagian juga untuk mencegah berbagai macam kejahatan seperti narkoba serta masalah perdagangan orang yang marak terjadi di NTT.

Lebih lanjut menurut Elcid, Polda NTT semestinya memberikan warna baru dalam penengakan kasus perdagangan orang di provinsi berbasis kepulauan itu, apalagi saat ini Polda NTT nantinya akan dipimpin oleh Kapolda berbintang dua yang tentu saja kinerjanya akan semakin ditingkatkan.

"Tidak hanya perdagangan orang yang bisa diberantas, tetapi satu pekerjaan rumah juga yang harus diselesaikan atau diberantas adalah kasus korupsi yang mulai merambah NTT," tambahnya.

 Ia juga mengatakan saat ini pihak kepolisian hanya melihat kasus-kasus perdagangan orang yang baru, tetapi tidak menggali kembali kasus yang telah terjadi pada 2014 lalu yang dikenal dengan tragedi "burung walet" di provinsi Sumatera Utara.

Menurutnya otoritas kepolisian sudah saatnya mampu menyentuh ranah keadilan yang subsantif dan tidak hanya pada ranah keadilan prosuderal saja.

Sementara itu Direktur Pengembangan Inisiatip Advokasi Rakyat (PIAR) NTT Sarah Lery Mboeik mengharapkan agar kenaikan tipe seharusnya memberikan dampak soal kinerja Polda NTT kedepannya, dalam menangani berbagai kasus hukum di provinsi berbasis kepulauan itu.

 "Polda NTT ini sudah terus-menerus berganti kepemimpinannya, tetapi masih banyak kasus yang mandek apalagi kasus perdagangan orang. Oleh karena itu saya berharap agar kenaikan tipe ini harus dibarengi dengan profesionalisme Polda NTT sendiri dalam menangani kasus perdagangan orang di daerah ini," tuturnya.

 Ia mengatakan sudah ada 62 kasus perdagangan orang yang sudah dilaporkan oleh PIAR NTT ke Polda namun hingga kini menurutnya masih saja mandek. Salah satunya adalah kasus perdagangan orang yang diduga melibatkan PT. Malimo.

"Kasus yang melibatkan PT. Malimo sampai sekarang hilang begitu saja, dan sepertinya tidak tersentuh sama sekali, dan yang saya pertanyakan adalah kenapa?," tuturnya.

Iapun mengatakan dengan kenaikan tipologi itu tentunya diharapkan anggarannya sudah pasti meningkat, oleh karena itu tak ada alasan lagi soal kurangnya anggaran untuk penuntasan kasus itu.