Kupang (ANTARA) - Wakil Bupati Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Agustinus Payong Boli mengatakan warga Desa Sagu di Pulau Adonara telah menyatakan kesediaannya untuk menjalani tes cepat COVID-19 setelah adanya penolakan selama sekitar dua pekan.
"Kesediaan warga untuk mau di tes cepat COVID-19 ini setelah pemerintah daerah melakukan pendekatan dan berdialog dengan pemimpin pewaris Kerajaan Adonara, Ridwan Bapa Kamba, tokoh agama dan tokoh masyarakat desa itu melalui pendekatan budaya Lamaholot," katanya saat dihubungi ANTARA, dari Kupang, Jumat, (12/6).
Baca juga: Dishub NTT: Pemda Flotim harus selesaikan masalah larangan angkutan logistik
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan penyelesaian terhadap masalah penolakan tes cepat oleh warga Desa Sagu yang melakukan kontak langsung dengan pasien COVID-19 nomor 02, yang berdampak pada penutupan lalu-lintas kendaraan dan barang serta warga dari Desa Sagu ke desa tetangga.
Menurut dia, dua kali Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Flores Timur, datang ke Kecamatan Adonara dan Desa Sagu melakukan pendekatan, tetapi tetap gagal.
Warga Sagu yang diduga kontak erat dengan pasien COVID-19 nomor 02 bersikeras untuk tidak mau menjalani tes cepat.
Mereka menolak dengan berbagai alasan, di antaranya karena rasa takut, diprovokasi oleh oknum-oknum untuk melawan tim Gugus Tugas, kebijakan kepala desa (kades) Sagu yang diskriminatif dan berkeyakinan COVID-19 adalah rekayasa konspirasi dunia.
"Hampir dua pekan lamanya warga tidak bisa ditangani oleh tim, bahkan timbul perlawanan secara langsung maupun tidak langsung melalui media-media sosial terhadap tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Flores Timur," kata Agus Boli.
Akibat lain dari penolakan warga Desa Sagu ini adalah memicu masyarakat desa lain melarang warga Sagu untuk berkunjung ke desa mereka.
Baca juga: Aksi larangan pelintasan angkutan logistik masih berlangsung di Flores Timur
Bahkan Camat Kelubagolit Lambert Ulin Tokan mengeluarkan surat larangan resmi kepada warga Desa Sagu untuk tidak boleh melintas wilayah mereka karena cemas dan takut tertular COVID-19 dari warga Sagu yang menolak melakukan tes cepat.
"Saya kemudian coba mengambil alih pola pendekatan dengan cara turun sendiri ke Desa Sagu dan berdialog dengan warga untuk meyakinkan mereka melalui pendekatan budaya adat Lamaholot," katanya.
Pendekatan melalui budaya ini, kata dia, akhirnya berhasil meyakinkan warga Desa Sagu untuk mengikuti tes cepat.
Berdasarkan laporan, sejumlah warga telah melakukan tes cepat, sementara lainnya masih melaut sehingga menunggu tahap berikutnya, katanya.
"Saya senang karena mereka mau ditangani sesuai prosedur tetap penanganan COVID-19 sehingga masyarakat desa lain tidak cemas dan tidak takut lagi," demikian Agustinus Payong Boli.
Baca juga: Warga Sagu Flores Timur sesalkan larangan pelintasan kendaraan logistik