Opini WTP Bukan Hadiah

id WTP

Opini WTP Bukan Hadiah

Gubernur NTT Frans Lebu Raya

Opini WTP terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) bukanlah hadiah tetapi kerja keras semua pihak yang jujur, transparansi dan akuntabel sesuai ketentuan yang berlaku.
Kupang (Antara NTT) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya mengatakan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) bukanlah hadiah tetapi kerja keras semua pihak yang jujur, transparansi dan akuntabel sesuai ketentuan yang berlaku.

"Penilaian LKPD dalam bentuk opini berdasarkan kriteria Standar Akuntansi Pemerintah serta kecukupan pengungkapannya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, kecukupan Sistem Pengendalian Internal dan Kepatuhan pemerintah daerah terhadap peraturan perundangan yang terkait," kata Gubernur Lebu Raya di Kupang, Selasa.

Wakil Gubernur NTT 1998-2003 ini mengatakan hal itu terkait prestasi dalam bidang pengelolaan keuangan di provinsi NTT dalam tahun anggaran 2016 sebagai hadiah pada HUT ke-72 Kemerdekaan RI 17 Agustus 2017.

Data rekapitulasi Progress Pemeriksaan LKPD Tahun 2016 per 06 Juni 2017 yang dikeluarkan BPK Perwakilan NTT, menyebutkan, Pemprov NTT meraih opini WTP.

Bahkan, demikian Gubernur Lebu Raya, BPK memberi apresiasi karena Pemprov NTT mampu mempertahankan opini WTP dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dikeluarkan dalam beberapa tahun terakhir.

Pencapaian opini WTP ini merupakan yang kedua kalinya bagi pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Opini WTP tidak membuat aparat terlena, namun tetap memberikan dorongan kepada kinerja aparat sipil negara yang membidangi pengelolaan keuangan daerah agar terus memperbaiki kinerjanya.

Sebab dibalik kesuksesan ini, katanya, BPK masih menemukan sejumlah permasalahan yang harus menjadi perhatian pemerintah setempat di antaranya terkait pengendalian dan penatausahaan aset tetap tanah dan gedung bangunan yang belum sepenuhnya memadai.

Berikut, sistem aplikasi Samsat Online dalam pengelolaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor yang juga belum memadai.

Selanjutnya, terdapat kekurangan volume pekerjaan terpasang atas pengadaan barang dan jasa pada enam SKPD setempat sebesar Rp1.664.616.211 dan denda keterlambatan yang belum dikenakan sebesar Rp376.743.015.

Dan terakhir, katanya, terdapat adanya kelebihan pembayaran atas pekerjaan pengadaan rambu lalu lintas jalan pada Dinas Perhubungan sebesar Rp376.716.870.

Bukan cuma itu, menurut gubernur yang tengah memasuki tahun terakhir periode kedua kepemimpinan di daerah ini, tengah memotivasi dan mendorong kabupaten/kota di provinsi kepulauan itu agar bisa meraih opini serupa, serta senantiasa menggunakan keuangan daerah sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data BPK RI perwakilan NTT, kata Gubernur hingga pertengahan tahun anggaran 2017, baru Pemprov NTT dan tujuh kabupaten/kota yang menerima LHP BPK. Hal ini terjadi karena adanya keterlambatan daerah memasukan LKPD tahun 2016.

"Data rekapitulasi Progress Pemeriksaan LKPD Tahun 2016 per 06 Juni 2017 yang dikeluarkan BPK Perwakilan NTT, menyebutkan, baru tercatat Pemprov NTT dan tujuh daerah yang telah diserahkan LHP BPK," katanya.

Delapan Pemda yang sudah menerima LHP BPK yakni, Pemprov NTT, Pemkab Sumba Timur, Kabupaten Alor, Belu, Kota Kupang, Flotim, Manggarai, dan Kabupaten Malaka.

"Dari delapan Pemda ini, hanya Pemprov NTT dan Pemkab Sumba Timur yang meraih opini WTP. Sedangkan enam lainnya menerima opini wajar dengan pengecualian (WDP)," katanya.

Sementara itu, 15 kabupaten lainnya belum menerima LHP akibat terlambat memasukan LKPD. Bahkan Kabupaten TTS dan Lembata hingga BPK menyerahkan ke Pemprov (Juni 2017), belum juga menyerahkan LKPD ke BPK.

"Ini yang tengah didorong untuk dilaksanakan dan dipercepat bagi kabupaten yang belum, agar meraih prestasi yang sama seperti yang diraih Pemerintah Provinsi NTT," katanya.