Gubernur NTT diimbau tak ragu larang masuknya hewan dari luar
Jangan sampai NTT sebagai plasma nutfah sapi onggol tertular dan punah jika terserang penyakit itu...
Kupang (ANTARA) - Ahli Kesehatan Hewan sekaligus peternak asal Nusa Tenggara Timur Maria Geong mengimbau Gubernur NTT Viktor B Laiskodat untuk tidak ragu mengeluarkan instruksi penutupan penerimaan hewan dari daerah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan.
"Tidak boleh ada keragu-raguan untuk melindungi sumber daya hayati yang memiliki manfaat ekonomi, sosial dan budaya yang sangat tinggi," katanya di Kupang, Selasa, (10/5).
Hal ini disampaikan usai menghadiri rapat koordinasi Kewaspadaan Terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di kantor Karantina Hewan NTT.
Menurut dia acuan aturan untuk menutup wilayah dari daerah terjangkit kembali kepada otonomi daerah karena penyakit ini sangat infeksius dan wabah yang perlu diantisipasi.
Mantan Wakil Bupati Manggarai Barat itu mengatakan hal ini perlu dilakukan, karena NTT adalah daerah pemasok sapi. selain itu juga budaya dan adat istiadat di provinsi ini selalu dikaitkan dengan hewan ternak.
"Jangan sampai NTT sebagai plasma nutfah sapi onggol tertular dan punah jika terserang penyakit itu," tambah dia.
PKM hewan ini sendiri tidak hanya bisa menyebar di sapi, tetapi juga di Babi, serta kambing dan kerbau. Sejumlah hewan itu bagian dari budaya dan sosial masyarakat di NTT.
"Jadi pengaruhnya akan sangat besar jika tertular di NTT. Karena hewan-hewan itu sering digunakan untuk keperluan peminangan, pernikahan hingga kedukaan," tambah dia.
Selain masalah budaya dan adat istiadat, PMK hewan ini juga dapat berparuh pada ekonomi mulai dari kenaikan harga susu, kenaikan harga daging sapi yang berujung pada panic selling.
Kini NTT sendiri masih bebas dari penyakit mulut dan kuku itu, karena itu pihak Karantina Hewan juga diharapkan bekerja maksimal dalam pencegahan itu.
Baca juga: BI gandeng Pemprov NTT siapkan ekosistem peternakan sapi
Baca juga: Gubernur: Penambahan kandang karantina dorong produktivitas ternak
"Tidak boleh ada keragu-raguan untuk melindungi sumber daya hayati yang memiliki manfaat ekonomi, sosial dan budaya yang sangat tinggi," katanya di Kupang, Selasa, (10/5).
Hal ini disampaikan usai menghadiri rapat koordinasi Kewaspadaan Terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di kantor Karantina Hewan NTT.
Menurut dia acuan aturan untuk menutup wilayah dari daerah terjangkit kembali kepada otonomi daerah karena penyakit ini sangat infeksius dan wabah yang perlu diantisipasi.
Mantan Wakil Bupati Manggarai Barat itu mengatakan hal ini perlu dilakukan, karena NTT adalah daerah pemasok sapi. selain itu juga budaya dan adat istiadat di provinsi ini selalu dikaitkan dengan hewan ternak.
"Jangan sampai NTT sebagai plasma nutfah sapi onggol tertular dan punah jika terserang penyakit itu," tambah dia.
PKM hewan ini sendiri tidak hanya bisa menyebar di sapi, tetapi juga di Babi, serta kambing dan kerbau. Sejumlah hewan itu bagian dari budaya dan sosial masyarakat di NTT.
"Jadi pengaruhnya akan sangat besar jika tertular di NTT. Karena hewan-hewan itu sering digunakan untuk keperluan peminangan, pernikahan hingga kedukaan," tambah dia.
Selain masalah budaya dan adat istiadat, PMK hewan ini juga dapat berparuh pada ekonomi mulai dari kenaikan harga susu, kenaikan harga daging sapi yang berujung pada panic selling.
Kini NTT sendiri masih bebas dari penyakit mulut dan kuku itu, karena itu pihak Karantina Hewan juga diharapkan bekerja maksimal dalam pencegahan itu.
Baca juga: BI gandeng Pemprov NTT siapkan ekosistem peternakan sapi
Baca juga: Gubernur: Penambahan kandang karantina dorong produktivitas ternak