Kupang (AntaraNews NTT) - Kebijakan Pemerintah Nusa Tenggara Timur melakukan moratorium pengiriman pekerja mirgran ke luar negeri, bukan solusi yang tepat dalam upaya mengatasi perdagangan orang.
"Saya setuju-setuju saja dengan moratorium, tetapi hanya sebagai solusi untuk mengatasi pengiriman pekerja migran secara ilegal ke luar negeri. Tidak bisa yang legal juga dihentikan," kata anggota DPD Abraham Paul Liyanto di Kupang, Sabtu (27/10).
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat berjanji akan melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri, terutama ke negeri jiran Malaysia.
Mantan Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTT ini mengatakan, sudah ada instrumen baik undang-undang (UU) maupun lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk melindungi TKI.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT sebaiknya fokus membenahi sistem yang sudah ada.
"Tinggal bagaimana pemerintah mengoptimalkan fungsi-fungsi lembaga yang ada, dan menertibkan PJTKI serta oknum-oknum aparat birokrasi yang terlibat dalam tindakan pengiriman TKI ilegal ke luar negeri," katanya.
Baca juga: Izin orang tua syarat utama menjadi pekerja migran
Ia menambahkan, tujuan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat untuk membenahi sistem pengiriman TKI patut didukung. Hanya caranya, mungkin tidak mesti melalui moratorium.
"Masih ada UU, BP2TKI, dan Pelayanan Satu Atap. Kalau mau dihentikan maka UU-nya harus dihilangkan, dan bubarkan BP2TKI sehingga tidak menghabiskan uang negara," katanya.
"Jadi saya kira kita sepakat bahwa pemerintah menertibkan yang ilegal dan bongkar mafia pengiriman TKI ilegal, terutama oknum-oknum aparat birokrasi yang diduga terlibat dalam mafia pengiriman TKI," tandas Paul Liyanto.
Namun, Pemerintah NTT tidak boleh mengambil langkah ekstrim dengan menghentikan pengiriman TKI yang legal ke luar negeri.
Baca juga: Adanya pekerja migran karena ketiadaan lapangan kerja
Moratorium bukan solusi atasi perdagangan orang
Kebijakan Pemerintah Nusa Tenggara TimurĀ melakukan moratorium pengiriman pekerja mirgran ke luar negeri, bukan solusi yang tepat dalam upaya mengatasi perdagangan orang.