Pemkab Flotim larang lalu lintas ternak babi dari luar daerah

id ternak babi,serangan asf,demam babi afrika,penularan asf ntt,pencegahan asf flores timur,flores timur,ntt,asf

Pemkab Flotim larang lalu lintas ternak babi dari luar daerah

Ilustrasi - Sejumlah petugas melakukan pengambilan sampel pada babi terkait serangan penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Africa yang menyerang ternak babi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. (ANTARA/HO-Dinas Pertanian Kabupaten Sikka)

Warga juga dilarang memberi makan ternak babi dari sisa-sisa makanan atau bekas cucian yang mengandung babi...
Kupang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) melarang lalu lintas ternak babi yang dibawa warga dari luar daerah untuk mencegah penyebaran virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) pada ternak babi di daerah itu.

"Setiap warga dilarang keras membawa babi hidup, daging babi yang mentah, dimasak, maupun olahan dalam bentuk sei, sosis, bakso, kerupuk kulit, dan lain-lain dari wilayah lain ke wilayah Flores Timur," kata Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Flores Timur Sebast Sina Kleden dalam keterangan yang diterima di Kupang, Selasa, (17/1/2023).

Ia mengatakan pemerintah kabupaten setempat mengumumkan larangan tersebut untuk menyikapi kondisi akhir-akhir ini telah terjadi kematian babi secara sporadis di Flores Timur yang disebabkan virus ASF maupun penyakit menular lainnya yang tidak spesifik.

Sina Kleden mengatakan penyakit ASF merupakan penyakit yang menyerang ternak babi dengan tingkat kesakitan dan kematian mencapai 100 persen.

Hingga saat ini, kata dia, belum ditemukan obat ataupun vaksin untuk menyembuhkan maupun mencegah penyakit ASF, sehingga pemerintah kabupaten mengambil langkah strategis berupa larangan lalu lintas ternak babi maupun produk berbahan daging babi dari luar daerah.

Ia mengatakan selain itu warga juga dilarang mendistribusikan daging babi yang berasal dari babi sakit ataupun mati akibat penyakit.

"Warga juga dilarang memberi makan ternak babi dari sisa-sisa makanan atau bekas cucian yang mengandung babi," katanya.

Pemilik ternak babi, kata dia, juga wajib melaporkan bila ada babi yang sakit atau mati secara mendadak kepada pemerintah desa atau kelurahan maupun petugas kesehatan hewan di wilayah masing-masing.

Sina Kleden menambahkan gejala klinis penyakit ASF yang perlu dipahami warga, seperti panas tinggi, kulit memerah, kadang disertai muntah, diare, keluarnya darah dari mulut dan hidung.

Proses penularan terjadi melalui kontak langsung dengan babi peliharaan, binatang dan serangga, pakaian dan alas kaki, peralatan kandang, kendaraan, pakan yang terkontaminasi.

Baca juga: Pemkab Lembata larang warga bawa ternak babi dari luar daerah

Baca juga: Disnak NTT optimistis sektor peternakan tumbuh cepat