Pelaku pasar memperkirakan the Fed menaikkan kembali suku bunga di sisa bulan tahun 2023.
"(Selain itu), dukungan dari penguatan dolar di Asia hari ini," ungkap Rully Nova menjawab ANTARA di Jakarta, Senin, (19/6/2023).
Prospek ekonomi China yang masih belum meyakinkan dinilai turut mempengaruhi pelemahan rupiah.
"Prospek ekonomi China diperkirakan melambat, di mana sebelumnya mengalami penguatan setelah implementasi kebijakan pemulihan COVID-19," ucapnya.
Pada Selasa (20/6), keputusan suku bunga acuan oleh Bank Sentral China kemungkinan akan kembali menurunkan suku bunga. "Untuk data pertumbuhan Juni baru akan rilis Agustus (2023)," kata Rully.
Sebelumnya, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai rupiah berpotensi melemah hari ini terhadap dolar AS mengikuti pelemahan yang terjadi pada mata uang regional lainnya dan pergerakan negatif indeks saham Asia pagi ini.
"Sikap Bank Sentral AS yang masih menginginkan kenaikan suku bunga acuan untuk menekan inflasi di AS menjadi faktor penekan rupiah dan nilai tukar regional lainnya terhadap dolar AS," ungkap Aris.
Selain itu, pasar juga mewaspadai pelambatan ekonomi yang terjadi di China dan Eropa. Hal ini dinilai mendorong pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan bisa menekan rupiah pagi ini.
Rupiah mengalami pelemahan pada perdagangan Senin sore sebesar 0,36 persen atau 54 poin menjadi Rp14.994 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.940 per dolar AS.
Sepanjang hari, rupiah bergerak dari Rp14.973 per dolar AS hingga Rp15.002 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah berpotensi menguat terbatas, kata analis
Baca juga: Rupiah tertekan data penjualan ritel
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Analis: Rupiah melemah karena pelaku pasar cerna prospek The Fed