Waikabubak (ANTARA) - Tim penyidik Polres Sumba Barat Daya Polda Nusa Tenggara Timur melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi dalam kasus praktik "kawin culik" atau kawin tangkap dialami DM (20) yang diduga mengandung unsur kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan.
"Kami telah meminta keterangan dari enam saksi yang mengetahui adanya kasus 'kawin culik' atau kawin paksa yang dialami DM sebagai korban dalam peristiwa itu," kata Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan melalui Kasat Reskrim Polres Sumba Barat Daya Iptu Rio Rinaldy Panggabean ketika dihubungi ANTARA, Sabtu, (9/9/2023).
Enam orang saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik yaitu DM sebagai korban, ibu korban serta empat orang terduga sebagai pelaku termasuk sopir kendaraan pick up yang digunakan terduga pelaku untuk mengangkut korban saat peristiwa terjadi.
Menurut dia, kasus "kawin culik" atau kawin tangkap yang terjadi merupakan budaya yang dilakukan di Pulau Sumba namun tentu bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
"Kepolisian hanya membidik indikasi dugaan terjadinya penculikan," kata Kasat Reskrim Iptu Rio Rinaldy Panggabean.
Sesuai keterangan para saksi yang dimintai keterangan Kepolisian bahwa sebelumnya terjadi pembicaraan adat yang dilakukan pihak keluarga wanita dengan keluarga laki-laki.
Kendati demikian, kata Rio Rinaldy Panggabean, kepolisian sedang mendalami adanya unsur pidana penculikan terhadap seseorang sesuai hukum pidana dan merampas kemerdekaan sesuai pasal 328 dan 333 KUHP.
Menurut Kasat Reskrim Polres Sumba Barat Daya Iptu Rio Rinaldy Panggabean para terduga pelaku yang dimintai keterangan oleh penyidik semuanya masih dalam status sebagai saksi.
"Kami masih melakukan pemeriksaan dengan status saksi setelah itu nanti dilakukan gelar perkara untuk ditingkatkan pada status penyidikan dan penetapan tersangka," kata Rio Rinaldy Panggabean.
Ia mengatakan suatu budaya memang perlu dilestarikan namun harus dilihat apakah budaya itu masih relevan untuk dilakukan pada zaman sekarang atau tidak karena bisa saja budaya yang ada juga melanggar undang-undang yang berlaku di negara Indonesia.
"Apalagi sudah ada nota kesepakatan yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan anak RI bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan empat bupati di Pulau Sumba terkait peningkatan perlindungan perempuan dan anak di empat kabupaten di Pulau Sumba pada 2020 lalu.
Kasus kawin tangkap yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya terjadi Kamis (7/9/2023) pukul 10.00 wita di kampung Erunaga, Desa Weekurra Kecamatan Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Baca juga: Kapolda NTT usul penggunaan istilah "kawin tangkap" tak digunakan lagi
Pada saat itu korban DM (20) sedang berada di rumah keluarga, beberapa saat kemudian datang paman korban untuk memberitahukan kepada korban bahwa terjadi keributan di belakang rumah budaya, kemudian korban bersama dengan paman korban berangkat ke lokasi dan ketika tiba di pertigaan Wowara, Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya paman korban turun dari sepeda motor untuk membeli rokok.
Baca juga: Gereja perlu dialog dengan para rato di Sumba soal kawin tangkap
Beberapa saat kemudian para pelaku sebanyak 20 orang langsung melakukan penculikan DM (20) dan membawa korban ke rumah milik terduga pelaku di Kamu Erunaga, Desa Weekura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polres Sumba Barat Daya periksa enam saksi "kawin culik" di Sumba