24 Provinsi Di Indonesia Endemis Rabies

id vaksin rabies, virus rabies

Kupang (Antara NTT) - Sebanyak 24 dari 33 provinsi di Indonesia saat ini dinyatakan sebagai wilayah endemis rabies, sehingga perlu perhatian serius semua pihak untuk mencegah dan mengeliminasi virus yang mematikan itu, paling lambat pada 2017 mendatang.

"Saat ini terdapat 24 provinsi di Indonesia merupakan wilayah endemis rabies, sehingga perlu kerja keras untuk membebaskan masyarakat di wilayah itu dari ancaman penyakit itu," kata Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian, drh Pujiatmoko, Ph.D, dari Maumere, ibu Kota Kabupaten Sikka, NTT, Rabu.

Ia mengatakan hal itu pada peringatan "World Rabies Day" 2012 yang untuk Indonesia pada tahun ini dipusatkan di Sikka.

Perayaan ini pertama kali dicanangkan pada tanggal 28 September 2006 oleh Global Alliance for Rabies Control (GARC).

Di Indonesia, peringatan Hari Rabies Sedunia dilaksanakan setiap tahun dan dimulai pertama kali pada tahun 2009 di Bali.

Perayaan "World Rabies Day" pada tahun ini diselenggarakan di Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, dengan fokus kegiatan untuk sosialisasi model pencegahan dan pengendalian rabies secara terpadu (One World) di Indonesia, serta diskusi teknis mengenai pelaksanaan pencegahan dan pengendalian rabies di Indonesia, khususnya di Pulau Flores dan Lembata Provinsi NTT dan rencana pembebasan rabies dengan roadmap yang telah disiapkan.

Menurut Pujiatmoko, pencapaian pembebasan rabies di Indonesia telah menunjukkan hasil dengan telah dibebaskannya empat provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur pada 1997 dari Rabies dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 2004.

Sedangkan provinsi yang tetap dapat dipertahankan bebas ada lima Provinsi yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

"Dalam rangka mencegah, mengendalikan dan memberantas rabies, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan vaksin (manusia dan hewan) untuk tiap provinsi yang masih endemis. Adanya alokasi vaksin baik dari pusat maupun daerah akan mendorong keberhasilan program pengendalian dan pemberantasan rabies menuju Indonesia bebas rabies pada 2020," katanya.

Khusus untuk Provinsi NTT, kata Pujiatmoko, rabies pertama kali terdeteksi pada tahun 1997 di pulau Flores.

"Pada saat itu, otoritas kesehatan hewan di NTT telah melaksanakan program pengendalian, namun belum efektif mencegah perluasan kasus ke wilayah-wilayah di Flores lain dan Lembata.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas program pengendalian dan pemberantasan rabies, vaksinasi hewan penular rabies, khususnya anjing harus ditingkatkan sehingga cakupan vaksinasi minimal 70 persen dari populasi dapat dicapai.

Ia mengatakan program pengendalian rabies dengan vaksinasi dan berbasis masyarakat yang sudah berjalan di Paroki Nelle, Kabupaten Sikka merupakan salah satu contoh bagaimana peran masyarakat dan tokoh agama diperlukan dalam mendukung pengendalian rabies, serta bagaimana vaksinasi rabies berperan dalam menekan kasus rabies di hewan.

Kerja sama seperti ini katanya diharapkan dapat terus ditingkatkan dan dilaksanakan di tempat-tempat lain, sehingga tujuan pulau Flores dan Lembata bebas rabies sebagai komponen Indonesia bebas rabies dapat tercapai.

"Sebagai bentuk pelayanan bagi masyarakat, pada peringatan World Rabies Day 2012 ini diadakan pelayanan konsultasi kesehatan bagi masyarakat dan juga pelayanan vaksinasi rabies bagi hewan penular rabies," kata Pujiatmoko.