Banjarmasin (ANTARA) - Ketua Dewan Pers Indonesia Mohammad Nuh menyatakan media harus mampu menjadi pendingin sewaktu atmosfer sosial politik memanas, tetapi sebaliknya menjadi penghangat agar tidak terjadi kebekuan informasi.
"Sehingga aliran informasi berjalan lancar. Namun sebaliknya kalau hangatnya kebablasan akan lepas kendali maka akan terjadi kaos, suasana tidak terkendalikan," katanya dalam seminar Hari Pers Nasional (HPN) 2020 bertajuk "Media Berkualitas untuk Pilkada Damai" di Banjarmasin, Jumat, (7/2).
Ia mengemukakan tentang pentingnya pilkada untuk mendapatkan sosok pemimpin daerah yang baik dan sesuai dengan realitas kondisi daerah masing-masing..
"Kenapa pilkada itu perlu. Apa sih pilkada itu. Seluruh mekanisme pemilihan seleksi, seleksi, kompetisi itu pada dasarnya ingin mendapatkan sosok pemimpin yang baik," katanya.
Pada 2020 akan berlangsung 270 pilkada serentak, baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota, di Indonesia.
Ia mengemukakan tentang peranan penting media dalam mewujudkan pilkada berkualitas, di mana media untuk mempromosikan berbagai pikiran cerdas calon pemimpin sebagai peserta pesta demokrasi di daerah.
"Tidak pantas dalam suasana pemilihan itu yang terjadi justru terjadi konflik, distorsi. Tapi justru harus dipromosikan kebaikan-kebaikan dari para kandidat. Kebaikan itu akan bisa muncul dengan baik kalau suasananya damai," kata dia.
Begitu suasana tidak kondusif dan akan menimbulkan pertengkaran, kata dia, maka siapa pun yang terjebak dalam pertengkaran, akan mengalami tiga kerugian sekaligus, entah sekelas rumah tangga, organisasi, maupun negara.
Ia menyebut kerugian pertama terkait dengan energi yang akan habis dipakai untuk saling mencemooh satu dengan yang lain dan saling bertengkar.
"Kalau kita saling mengejek dan suasana panas. Saya ibaratkan saat terjadi atmosfer panas, maka kita akan berkeringat, solusinya adalah membuka baju, lalu auratnya terbuka, begitu terlihat auratnya maka shalatnya tidak sah," terangnya.
Baca juga: Dewan pers : Indeks kebebasan pers 2019 di NTT meningkat
Begitu juga, kata dia, dalam sosial politik, karena saling mencaci-maki, mengumbar keburukan dan bukan prestasi yang dibuka, tetapi kekurangan-kekurangan akan tersebar.
"Kita tidak ingin pilkada adem ayem kayak tidak ada apa apa, itu juga tidak bagus. Maka media berperan menjadi penghangat sehingga atmosfernya hangat maka aliran informasi berjalan lancar," tuturnya.
Baca juga: Dewan Pers: Dampak pemberitaan sangat mempengaruhi masyarakat
Sebaliknya, kata dia, kalau terlalu panas dan tidak terkendali, yang terjadi berupa pertengkaran dan kehilangan energi karena energi yang dimiliki menjadi habis, dibentur-bentukan satu dengan yang lain.
Kerugian kedua, kata dia, akan kehilangan suatu kesempatan, di mana kesempatan menjadi bagian modal penting untuk memajukan suatu kelompok, organisasi, keluarga, wilayah, maupun negara. "Sudah tentu kalau kita ini suasana bertengkar, maka hidup ini tidak berkah," kata dia.
Dewan Pers berharap, media bisa menjadi penghangat jikalau terjadi kebekuan, dan pendingin jikalau terjadi atmosfer sosial politik yang panas.
Demikian juga yang dilakukan Presiden dalam forum-forum seperti itu, selalu mewanti-wanti terkait dengan pelaksanaan pilkada, baik provinsi, kabupaten, maupun kota, agar berjalan dengan baik dan mendapatkan sosok pemimpin daerah yang terbaik.
Baca juga: Tak Semua Sengketa Mendapat Pertimbangan Dewan Pers
"Jadikanlah media sebagai independen, tidak menempel ke satu kelompok tertentu, satu pasangan tertentu. Prinsip-prinsip independensi yang berkualitas itulah roh dan kekuatan dari jurnal kita," demikian Mohammad Nuh.