Pokmaswas di Mabar minta dukungan penangkaran penyu secara permanen
...Semoga ada lembaga yang bisa berbagi pengalaman dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga habitat penyu ini
Labuan Bajo (ANTARA) - Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bangko Bersatu Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, meminta dukungan untuk membuat penangkaran penyu secara permanen.
"Kami masih gunakan bambu. Padahal, penangkaran bambu belum maksimal untuk keamanan telur. Kami berharap ada penangkaran permanen di sini," kata Ketua Pokmaswas Bangko Bersatu Abdul Karim di Labuan Bajo, Selasa, (24/8).
Pokmaswas merupakan kelompok masyarakat yang dibentuk oleh Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu untuk melakukan kegiatan pengawasan pada kawasan TNP Laut Sawu di wilayah Desa Nanga Bere, termasuk pengawasan penyu di pantai, dan budi daya bakau.
Sejak dibentuk pada 2017, Pokmaswas Bangko Bersatu sudah aktif menjaga penyu. Telur yang diselamatkan dari pantai dipindahkan ke sebuah lokasi yang dijadikan tempat penangkaran dari bambu dengan ukuran 70 cm x 1 m.
Mereka harus menunggu selama 45-65 hari sampai telur menetas menjadi tukik. Setelah dipastikan semua telur menetas, maka tukik pun dilepasliarkan.
Tercatat, Pokmaswas melakukan penyelamatan telur penyu atau tukik pertama tukik pada 9 Mei 2017. Berdasarkan data Pokmaswas Bangko Bersatu, sebanyak 676 tukik telah berhasil dilepasliarkan ke TNP Laut Sawu.
Abdul Karim mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh pokmaswas belum optimal karena ketiadaan pos penjaga dan penangkaran permanen.
Padahal, pengawasan di pantai harus dilakukan juga guna menghindari masyarakat yang ingin mengambil telur untuk diperjualbelikan atau dikonsumsi pribadi. Selain itu, keamanan penangkaran bambu belum maksimal karena anjing dan biawak selalu menjadi predator bagi tukik.
Berbagai upaya telah dilakukan kelompok agar proses menjaga alam bisa terus dilakukan.
Ia menyebut, kelompok pernah meminta bantuan TNP untuk membantu kelompok membangun penangkaran permanen. Bahkan, tanah ulayat kampung Bangko seluas setengah hektare pernah dihibahkan kepada TNP untuk membangun pos penjagaan dan penangkaran permanen. Namun, hingga kini, belum ada hasil dari segala upaya mereka.
"Beberapa bulan lalu pihak TNP datang karena selalu saya kabarkan lewat media sosial. Dalam kunjungannya, mereka menyampaikan akan membangun pos jaga dan penangkaran permanen dalam waktu dekat. Beberapa minggu kemudian mereka menyampaikan batal untuk membantu dikarenakan ada pemangkasan dana KKP sehingga bantuan untuk kelompok mungkin ada di awal tahun," sambung Fadil Mubaraq, pemuda Kampung Bangko.
Ia menambahkan, masyarakat desa sangat terlibat aktif dalam upaya menjaga ekosistem alam.
Namun, ada juga beberapa kendala lain seperti keterbatasan fasilitas penunjang berupa alat penerangan, GPS, dan kamera. Alat penerangan seperti senter kepala bisa digunakan untuk melakukan pengawasan di malam hari. GPS bisa digunakan untuk menandai lokasi penyu bertelur. Sedangkan kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan.
Sebagai pemuda yang aktif menyuarakan aktivitas kelompok ke media sosial, Fadil berharap, ada pihak luar seperti lembaga swadaya lokal yang bisa membantu kelompok dengan memberi edukasi terkait pentingnya habitat penyu.
Menurut dia, kegiatan yang dilakukan oleh kelompok berjalan tanpa adanya bimbingan atau pengawasan.
"Semoga ada lembaga yang bisa berbagi pengalaman dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga habitat penyu ini," katanya.
Baca juga: Masyarakat NTT lepasliarkan puluhan tukik jelang HUT Kemerdekaan RI
Baca juga: Pokmaswas di Flores Timur lepaskan 105 tukik ke laut
"Kami masih gunakan bambu. Padahal, penangkaran bambu belum maksimal untuk keamanan telur. Kami berharap ada penangkaran permanen di sini," kata Ketua Pokmaswas Bangko Bersatu Abdul Karim di Labuan Bajo, Selasa, (24/8).
Pokmaswas merupakan kelompok masyarakat yang dibentuk oleh Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu untuk melakukan kegiatan pengawasan pada kawasan TNP Laut Sawu di wilayah Desa Nanga Bere, termasuk pengawasan penyu di pantai, dan budi daya bakau.
Sejak dibentuk pada 2017, Pokmaswas Bangko Bersatu sudah aktif menjaga penyu. Telur yang diselamatkan dari pantai dipindahkan ke sebuah lokasi yang dijadikan tempat penangkaran dari bambu dengan ukuran 70 cm x 1 m.
Mereka harus menunggu selama 45-65 hari sampai telur menetas menjadi tukik. Setelah dipastikan semua telur menetas, maka tukik pun dilepasliarkan.
Tercatat, Pokmaswas melakukan penyelamatan telur penyu atau tukik pertama tukik pada 9 Mei 2017. Berdasarkan data Pokmaswas Bangko Bersatu, sebanyak 676 tukik telah berhasil dilepasliarkan ke TNP Laut Sawu.
Abdul Karim mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh pokmaswas belum optimal karena ketiadaan pos penjaga dan penangkaran permanen.
Padahal, pengawasan di pantai harus dilakukan juga guna menghindari masyarakat yang ingin mengambil telur untuk diperjualbelikan atau dikonsumsi pribadi. Selain itu, keamanan penangkaran bambu belum maksimal karena anjing dan biawak selalu menjadi predator bagi tukik.
Berbagai upaya telah dilakukan kelompok agar proses menjaga alam bisa terus dilakukan.
Ia menyebut, kelompok pernah meminta bantuan TNP untuk membantu kelompok membangun penangkaran permanen. Bahkan, tanah ulayat kampung Bangko seluas setengah hektare pernah dihibahkan kepada TNP untuk membangun pos penjagaan dan penangkaran permanen. Namun, hingga kini, belum ada hasil dari segala upaya mereka.
"Beberapa bulan lalu pihak TNP datang karena selalu saya kabarkan lewat media sosial. Dalam kunjungannya, mereka menyampaikan akan membangun pos jaga dan penangkaran permanen dalam waktu dekat. Beberapa minggu kemudian mereka menyampaikan batal untuk membantu dikarenakan ada pemangkasan dana KKP sehingga bantuan untuk kelompok mungkin ada di awal tahun," sambung Fadil Mubaraq, pemuda Kampung Bangko.
Ia menambahkan, masyarakat desa sangat terlibat aktif dalam upaya menjaga ekosistem alam.
Namun, ada juga beberapa kendala lain seperti keterbatasan fasilitas penunjang berupa alat penerangan, GPS, dan kamera. Alat penerangan seperti senter kepala bisa digunakan untuk melakukan pengawasan di malam hari. GPS bisa digunakan untuk menandai lokasi penyu bertelur. Sedangkan kamera digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan.
Sebagai pemuda yang aktif menyuarakan aktivitas kelompok ke media sosial, Fadil berharap, ada pihak luar seperti lembaga swadaya lokal yang bisa membantu kelompok dengan memberi edukasi terkait pentingnya habitat penyu.
Menurut dia, kegiatan yang dilakukan oleh kelompok berjalan tanpa adanya bimbingan atau pengawasan.
"Semoga ada lembaga yang bisa berbagi pengalaman dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga habitat penyu ini," katanya.
Baca juga: Masyarakat NTT lepasliarkan puluhan tukik jelang HUT Kemerdekaan RI
Baca juga: Pokmaswas di Flores Timur lepaskan 105 tukik ke laut