Kupang (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Melkiades Laka Lena mendorong penguatan tata kelola dan ketahanan air Indonesia-Timor Leste saat menghadiri Inception Workshop of CI-GEF Management of Indonesia and Timor Leste Transboundary Watershed (MITLTW) Project di Kupang.
"Negara Indonesia dalam hal ini Provinsi NTT berbatasan darat langsung dengan Timor Leste. Kita masih memiliki akar budaya dan tradisi adat yang kuat serta hubungan sosio-kultural yang begitu dekat dan kuat maka akan perlu untuk saling mendukung dalam program pembangunan serta sinergi dalam berbagai kerja sama," katanya dalam keterangan diterima di Kupang, Jumat.
Dia menjelaskan salah satu simpul penting yang juga menyatukan NTT dan Timor Leste berupa keberadaan daerah aliran sungai di tapal batas. Secara ekonomis dan sosial ekonomi, daerah aliran sungai ini memainkan peran vital dalam menopang kehidupan masyarakat di kedua negara.
Orang nomor 1 di NTT itu, juga mengatakan bahwa air yang mengalir dari hulu hingga hilir membawa harapan untuk berkembang masa depan yang lebih baik bagi warga di kedua negara tersebut.
Menurut dia, untuk mendukung tata kelola dan ketahanan air diperlukan langkah besar antara kedua negara.
Dalam konteks inilah, katanya, proyek pengelolaan daerah-daerah aliran sungai lintas negara, Indonesia dan Timor Leste serta MITLTW hadir sebagai langkah nyata menuju pengelolaan sungai daya alam secara kolaboratif dan berkelanjutan.
Dia menambahkan proyek tersebut bukan hanya menjawab tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam memperkuat diplomasi lingkungan dan membangun kepercayaan masyarakat di lintas negara.
"Kami pemerintah dan masyarakat Provinsi NTT menyambut inisiatif ini dengan penuh semangat dan komitmen, sebab MITLTW bukan sekadar proyek teknis untuk perlindungan ekosistem, melainkan juga mencakup penguatan tata kelola air, peningkatan praktik pertanian yang ramah lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat lokal di wilayah perbatasan.
Ia menegaskan pendekatan partisipatif dan kolaboratif harus menjadi fondasi utama dari proyek tersebut. Masyarakat adat, petani, perempuan, pemuda, dan seluruh komunitas yang hidup di kawasan daerah aliran sungai harus dilibatkan secara aktif dalam setiap prosesnya.
"Kami ingin memastikan bahwa proyek ini bukan hanya hadir sebagai bangunan fisik, tetapi juga sebagai gerakan bersama yang memperjuangkan masa depan yang lebih hijau, damai, dan sejahtera di tapal batas negeri kita, baik Indonesia maupun Timor Leste," kata Melki.
Ia juga ingin memastikan pengelolaan kolaboratif ekosistem air tawar ini benar-benar mendukung ketahanan air, ketahanan pangan, dan keberlangsungan mata pencarian masyarakat di kedua negara.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Dirjen Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai dan Hutan Kementerian Kehutanan RI Dyah Murtiningsih, Menteri Muda Kehutanan Timor Leste Fernandino Vieira, dan Dirjen Kehutanan Timor Leste Hermenegildo Granadero.