Produksi kopi dan kakao di Bajawa menurun akibat perubahan iklim

id sekolah lapang iklim

Produksi kopi dan kakao di Bajawa menurun akibat perubahan iklim

Ricardus Nuga (paling kanan) pose bersama Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kupang Apolonaris Geru (tengah) pada SLI di Kupang. (ANTARA FOTO/Bernadus Tokan)

Perubahan iklim yang terjadi di Bajawa, Kabupaten Ngada dalam beberapa tahun terakhir ini telah berdampak pada penurunan produktivitas kopi dan kakao di wilayah itu.
Kupang (ANTARA) - Ketua Lembaga Advokasi dan Penguatan Masyarakat Sipil (Lapmas) Kabupaten Ngada, Flores, Rikardus Nuga mengatakan, perubahan iklim yang terjadi di Bajawa, Kabupaten Ngada dalam beberapa tahun terakhir ini telah berdampak pada penurunan produktivitas kopi dan kakao di wilayah itu.

"Kondisi iklim di Bajawa dan Kabupaten Ngada saat ini sangat berbeda dengan kondisi iklim pada beberapa puluh tahun yang lalu, dan kami sendiri tidak tahu apa yang menyebabkan terjadi demikian," kata Ricardus Nuga di Kupang, Kamis (27/6).

Ia mengemukakan hal itu, pada hari kedua kegiatan sekolah lapang iklim (SLI) kopi dan kakao di Kupang bagi para pendamping petani kopi dan kakao dari Kabupaten Ngada, Flores.

Kegiatan SLI ini diikuti empat orang yang berasal dari Lembaga Advokasi dan Penguatan Masyarakat Sipil (Lapmas) Kabupaten Bajawa-Ngada, bekerja sama dengan BMKG Stasiun Klimatologi Kupang dan PT Sustainability Resilience.Co (su-re.co) serta Stockholm Environment Institute (SEI).

Rikardus mengatakan, pada puluhan tahun lalu wilayah Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada, suhu udaranya terasa sangat dingin dan berlangsung hampir sepanjang tahun.

Baca juga: SLI dinilai efektif tingkatkan produksi pertanian

"Namun yang dirasakan saat ini, kondisi suhu dingin hanya dirasakan pada bulan-bulan tertentu seperti Juni, Juli dan Agustus saja, dan telah terjadi peningkatan suhu udara di Bajawa," katanya.

Begitu pula dengan kejadian iklim ekstrem seperti hujan lebat dan angin kencang sering terjadi di Bajawa, bahkan sampai pertengahan Juni 2019 masih terjadi hujan lebat di Bajawa dan sekitarnya. Kondisi tersebut sudah pasti akan berdampak terhadap penurunan hasil dan mutu kopi dan kakao di Bajawa.

Karena itu, melalui kegiatan Sekolah Lapang Iklim kopi dan kakao ini diharapkan dapat memahami informasi iklim dengan baik, dan bersama petani dapat mengambil langkah-langkah antisipatif dan adaptasi perubahan iklim dalam kegiatan budidaya, pascapanen maupun pengolahan hasil kopi dan kakao.

Mayun Barry dari perwakilan PT Sustainability Resilience.Co (su-re.co) mengatakan, kegiatan Sekolah Lapang Iklim Kopi dan Kakao di NTT, khususnya untuk para pendamping Lapmas dari Bajawa ini merupakan kegiatan SLI yang kedua kalinya, setelah sebelumnya pada tahun 2018 dilaksanakan di Kabupaten Jembrana, Bali.

Ia mengatakan kegiatan sekolah lapang ini sangat mendukung produktivitas dan kualitas kopi Bajawa yang telah menjadi kopi dengan citarasa tinggi dan terkenal di dunia. 

Baca juga: Banyak negara mengadopsi program SLI
Baca juga: SLI kopi-kakao diharapkan dukung produktivitas