Kupang (ANTARA) - Pemerintah Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT menilai kesadaran masyarakat di desa itu akan kebersihan lingkungan masih sangat minim, sehingga masih menjadi kendala utama dalam penanganan kasus sampah di daerah itu.
"Belum 100 persen masyarakat yang memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. Padahal sampah menjadi momok yang cukup mengerikan," kata Kepala Desa Penfui Timur Keleopas Nome kepada ANTARA di Kupang, Rabu (2/10).
Hal ini disampaikan berkaitan dengan masalah sampah yang menumpuk di daerah itu akibat kurangnya penangganan sampah oleh tim kebersihan dari Kabupaten Kupang.
Desa Penfui Timur sendiri sebenarnya menjadi salah satu desa yang sebelumnya digadang-gadang bakal memiliki Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur soal sampah dan denda bagi pelaku pembuang, mengingat maraknya sampah yang dibuang di jalur penghijauan setempat.
Baca juga: Pantai Pasir Panjang jadi titik krusial kerusakan lingkungan
Baca juga: Masalah lingkungan bukan hanya soal sampah
Namun, Keleopas Nome mengatakan Perdes tersebut belum bisa ditetapkan, sebab belum ada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kupang yang mengurus persoalan sampah.
"Sementara Perdes harus merujuk pada Perda. Di Kabupaten Kupang, belum ada Perda tentang sampah, sehingga kami pun tidak bisa membuat Perdesnya," lanjutnya.
Keleopas mengakui bahwa titik pembuangan sampah di jalur penghijauan tidak hanya oleh warga Desa Penfui Timur, hal tersebut dibuktikan dari adanya sampah non-rumah tangga dalam jumlah yang cukup besar, antara lain sampah popok dewasa dan tulang sapi.
"Kami juga pernah menangkap pembuang sampah yang ternyata tidak berdomisili di desa ini. Kami lakukan pembinaan dan memberikan teguran keras, bersama Camat Kupang Tengah. Lalu kami minta mereka angkut sampah itu," ujarnya lagi.
Baca juga: Penfui Timur didorong buat perdes penertiban sampah
Baca juga: Berburu sampah di sepanjang Pantai Pasir Panjang
Untuk menangani persoalan sampah, pihak Pemerintah Desa Penfui Timur melalukan berbagai upaya, antara lain mengangkut sampah menggunakan truk, menghimbau masyarakat, baik secara lisan, maupun tulisan untuk melakukan pembersihan sampah setiap minggu di lingkungan Rukun Tetangga (RT) masing-masing, serta membagi kantong hitam yang didapatkan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kupang.
Meski pun aksi pembersihan lingkungan tingkat RT belum berjalan signifikan, Keleopas menilai titik pembuangan sampah sembarangan di tepi jalan mulai berkurang, misalnya sepanjang Seminari Tinggi St. Mikhael hingga gang menuju Biara Claret.
"Kami berharap warga semakin sadar akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Ibaratkan gigi, tidak mungkin kita minta orang lain untuk menjaga gigi kita. Kita harus sikat gigi sendiri. Demikian juga lingkungan. Kita harus menjaga lingkungan kita sendiri," ujar dia.
Baca juga: Rp17 miliar untuk penataan TPA sampah di Kota Kupang
Baca juga: Arftikel - Masalah sampah yang tak pernah berakhir