Semua zona musim di NTT kini dalam periode kemarau

id BMKG,KEKERINGAN DI NTT,ntt,NTT kini dalam periode kemarau,Semua zona musim di NTT kemarau

Semua zona musim di NTT kini dalam periode kemarau

Hamparan persawahan di Oesao, Kabupaten Kupang tampak kekeringan. (ANTARA/Bernadus Tokan)

Berdasarkan analisis musim pada 31 Juli 2020, saat ini 100 persen dari total zona musim masih berada dalam periode musim kemarau
Kupang (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, semua zona musim atau Zom di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini berada dalam periode musim kemarau.

"Berdasarkan analisis musim pada 31 Juli 2020, saat ini 100 persen dari total zona musim masih berada dalam periode musim kemarau," kata Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, Apolinaris Geru di Kupang, Minggu (2/8).

BMKG mengingatkan, musim kemarau kini tengah terjadi pada 69 persen dari 342 daerah zona musim di Indonesia.

Kondisi ini, seiring dengan penguatan angin Monsun Australia yang mengalirkan massa udara dingin dan kering dari Benua Australia menuju Asia melewati Samudera Indonesia dan wilayah Benua Maritim Indonesia.

Baca juga: Sembilan kabupaten di NTT waspada kekeringan meteorologis

Wilayah-wilayah yang sebagian besarnya tengah mengalami musim kemarau di antaranya Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Barat dan pesisir utara Banten.

Bencana kekeringan

Apolinaris Geru mengingatkan perlunya kewaspadaan terkait ancaman bencana kekeringan di provinsi berbasis kepulauan itu.

Dia menambahkan, berdasarkan data hari tanpa hujan (HTH) hingga 31 Juli 2020 menunjukkan bahwa, beberapa daerah di NTT
mengalami deret hari kering lebih dari 31 hari hingga lebih dari 61 hari.

Baca juga: BMKG: Empat titik panas muncul di wilayah NTT
Sementara prakiraan peluang curah hujan menunjukkan bahwa beberapa daerah diperkirakan akan mengalami curah hujan sangat rendah (kurang dari 20 mm/dasarian) dengan peluang lebih dari 90 persen.

Kondisi ini berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, selain berdampak pada pengurangan ketersediaan air tanah sehingga menyebabkan kelangkaan air bersih dan meningkatnya potensi kemudahan terjadinya kebakaran.

Karena itu, BMKG memandang penting mengeluarkan peringatan dini kekeringan agar pemerintah dan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah antisipasi yang diperlukan, katanya.