Artikel - Pep Guardiola dan akhir era duopoli Liga Inggris

id Liga Inggris,Pep Guardiola,Mikel Arteta,artikel olahraga Oleh Jafar M Sidik

Artikel - Pep Guardiola dan akhir era duopoli Liga Inggris

Pep Guardiola (kiri) dan Mikel Arteta saat masih bersama melatih Manchester City dalam pertandingan Liga Champions antara  Manchester City dan Shakhtar Donetsk di Stadion Etihad di Manchester pada 26 November 2019.  Kini kedua pelatih bersaing mengantarkan City dan Arsenal menjuarai Liga Inggris. (Photo by Oli SCARFF / AFP) (AFP/OLI SCARFF)

Setan Merah bahkan menjadi satu-satunya klub Liga Inggris yang masih menjaga peluang menggapai empat trofi atau quadruple. Mereka di ambang mencapai final Piala Liga. Mereka masih berpeluang mencapai partai puncak Liga Europa walau pada laga terdekat
Jakarta (ANTARA) - Era duopoli Manchester City dan Liverpool usai sudah. Liga Utama Inggris kini jauh lebih sengit dibandingkan dengan musim-musim ketika dua raksasa itu bergantian menduduki tahta tertinggi liga sepak bola paling menarik sejagat itu.

Dulu, hanya dua klub itu yang sulit ditaklukkan oleh lawan-lawannya. Mereka begitu perkasa yang saking perkasanya, lawan pun gentar sebelum bertanding.

Kini, justru Arsenal dan kekuatan baru Newcastle United, yang menjadi dua tim yang paling sulit dikalahkan.

Selain itu, masih ada Brighton, Fulham dan Brentford yang siap merusak ekspektasi dan prediksi pengamat dan bandar judi.

Sementara trio kekuatan lama Manchester City, Manchester United dan Tottenham Hotspur masih berada di jalur merebut trofi utama sepak bola di Inggris.

Sayang, Liverpool dan Cheslea terseok-seok di klasemen tengah. Meskipun demikian, hampir sepertiga musim ke depan adalah waktu yang teramat panjang untuk membalikkan peruntungan siapa pun, termasuk The Reds dan The Blues.

Lain hal, Manchester United sudah bukan lagi tim yang menjadi bahan olok-olok seperti musim-musim yang baru lewat lalu.

Setan Merah bahkan menjadi satu-satunya klub Liga Inggris yang masih menjaga peluang menggapai empat trofi atau quadruple.

Mereka di ambang mencapai final Piala Liga. Mereka masih berpeluang mencapai partai puncak Liga Europa walau pada laga terdekatnya mesti dijajal Barcelona si raja Eropa.

United juga masih menapak kuat di jalan Piala FA. Dan terakhir, mereka tetap memiliki peluang berakhir di puncak klasemen Liga Utama walau saat ini tertinggal sebelas poin dari Arsenal.

Pun demikian dengan Manchester City. The Citizens masih berada dalam rel merebut tiga trofi yang meliputi Liga Inggris, Piala FA dan Liga Champions.

Berikutnya Newcastle masih berada di jalur merebut Piala Liga dan Liga Utama. Liverpool dan Chelsea juga tak bisa diabaikan. Keduanya tetap berpeluang menyeruak ke puncak klasemen untuk menjuarai liga, selain juga masih memiliki peluang merebut trofi Liga Champions.

Dari semua yang disebut itu adalah Arsenal dan juga Manchester United yang paling mengesankan untuk diamati, sekalipun Newcastle United adalah kekuatan yang tak bisa diabaikan.

Cuma, United dan Arsenal lebih menarik diamati karena koneksi eratnya dengan Manchester City, mengingat kebangkitan yang dialami The Gunners dan Setan Merah berkaitan langsung dengan koneksi kuat antara ketiga pelatihnya.

Dahulu, persaingan antara peracik-peracik taktik sepak bola top di Liga Inggris hanya melibatkan Pep Guardiola dan pelatih Liverpool Juergen Klopp.

Guardiola masih pelatih paling cemerlang di Inggris, tetapi kini dia menghadapi gugatan yang sengit dari dua pelatih yang pernah menjadi tangan kanan dan sekaligus didikannya.

Kedua orang itu adalah Mikel Arteta yang melatih Arsenal dan Erik ten Hag yang menjadi manajer Manchester United.


Menyulap Arsenal dan United

Arteta adalah mantan asisten Guardiola di Manchester City, sedangkan ten Hag adalah pelatih tim kedua Bayern Muenchen semasa Guardiola melatih raksasa Bundesliga itu.

Kedua pelatih itu istemewa. Ten Hag bahkan menjadi salah satu dari tiga pelatih yang membawa tim mereka menaklukkan City musim ini, selain Thomas Frank yang melatih Brentford dan Juergen Klopp.

Klopp yang belum kunjung menaikkan lagi performa Liverpool walau sudah diperkuat bomber-bomber baru seperti Cody Gakpo bahkan sudah dua kali mengalahkan City; satu dalam pertandingan liga dan sekali dalam laga Community Shield.

Tetap saja, dibandingkan dengan Klopp, yang lebih berpotensi merampok dominasi Guardiola saat ini adalah Erik Ten Hag.

Tentu saja yang lebih mungkin lagi adalah Mikel Arteta yang menyulap Arsenal menjadi kekuatan yang solid nan tangguh dalam semua lini.

Jika Anda menyaksikan pertandingan babak keempat Piala FA yang dilangsungkan di kandang Manchester City di Stadion Etihad pada 26 Januari, Anda akan melihat betapa Arsenal sudah menjadi satu dari segelintir tim yang membuat Manchester City terteror sekalipun akhirnya menang 1-0.

Arteta berhasil membangun skuad yang menggugat dominasi penguasaan bola yang menjadi trademark City di bawah asuhan Pep Guardiola selama bermusim-musim.

Dalam tiga atau empat musim sebelumnya, hanya Juergen Klopp yang bisa mengimbangi filosofi sepak bola menyerang Guardiola di Manchester City.

Guardiola dan City belum dijajal Arteta dan Arsenal dalam pertandingan Liga Inggris musim ini.

Mereka baru bertemu 16 Februari mendatang di Stadion Emirates, yang dua bulan kemudian bertemu lagi di Stadion Etihad pada 27 April.

Guardiola memiliki alasan untuk cemas menghadapi dua jadwal itu, khususnya laga 16 Februari, jika merujuk kepada pertandingan Piala FA pada 26 Januari itu.

Dalam pertemuan babak keempat Piala FA itu City dipaksa berbagi tipis penguasaan bola dan penciptaan peluang. Untuk kesekian kalinya pula produsen gol utama mereka, Erling Haaland, dibuat mati kutu oleh bek-bek Arsenal seperti ketika City ditaklukkan Manchester United di Old Trafford pada 14 Januari.

Keperkasaan Arsenal membuat Manchester City menjadi tim yang harus mengejar jarak yang saat ini sudah berselisih lima poin di bawah Arsenal yang menyimpan satu pertandingan liga lebih banyak.

Arteta telah menjadi Klopp versi musim ini yang menggugat tahta Guardiola. Ini masih ditambah Erik ten Hag juga terus menebar teror.

Mantan pelatih Ajax Amsterdam ini tak perlu waktu lama untuk menyulap United guna kembali menjadi kekuatan Liga Inggris setelah 10 tahun terseok-seok dan sudah lama tak pernah mengangkat lagi trofi.


Filosofi yang sama

Kedua pelatih itu menerapkan taktik dan menganut filosofi sepak bola Guardiola. Mereka mengadopsi dan mengimitasi bukan saja taktik Guardiola, tetapi juga pendekatan-pendekatan Guardiola, termasuk dalam hal memilih pemain mana cocok bagi filosofi bermain mereka.

Waktu dari 2013 sampai 2015 sebagai pelatih tim kedua Bayern dan masa dari 2016 sampai 2019 sebagai asisten Guardiola di City dimanfaatkan betul oleh ten Hag dan Arteta untuk membangun sebuah tim yang menyerupai keangkeran Manchester City.

Mereka juga berkemauan keras seperti Guardiola. Jika Guardiola menendang keluar Zlatan Ibrahimovic, Joe Hart dan Sergio Aguero, maka Arteta dan ten Hag pun berani melakukan hal yang sama kepada pemain-pemain top yang dianggap tak cocok dengan mazhab mereka.

Jika Arteta menceraikan Mesut Ozil dan Pierre-Emerick Aubameyang, maka Ten Hag berani memutus ikatan dengan megabintang Cristiano Ronaldo. Dia juga tak segan membangkucadangkan pemain-pemain penting seperti bek tengah Harry Maguire.

Cara mereka itu ternyata tepat. Satu musim setelah menempuh langkah kerasnya itu. Arteta sukses mengubah Arsenal menjadi tim yang kompak, kuat dan tajam sehingga berada dalam pacuan merebut gelar juara liga untuk pertama dalam 19 tahun terakhir.

Ten Hag lebih ekstrem lagi. Dia hanya butuh waktu enam bulan untuk mengubah kembali United sebagai tim perkasa.

Pelatih yang mempersembahkan tiga gelar juara Liga Belanda kepada Ajax itu langsung seketika mengubah atmosfer tim menjadi lebih baik sehingga menaikkan asa mengakhiri paceklik trofi selam enam tahun.

United di ambang mencapai final Piala Liga setelah unggul 3-0 dari Nottingham Forest dalam semifinal leg pertama.


Baca juga: Artikel - Menanti gemuruh Istora pada Indonesia Masters 2023

Dalam kata lain, perubahan-perubahan yang dibuat Arteta dan ten Hag membuat Guardiola mendapat penantang baru yang tak kalah mengerikan dari Klopp.

Mereka membuat Guardiola merasa "habis Klopp terbitlah Arteta dan ten Hag".

Yang membuat kedua pelatih itu lebih berbahaya bagi Gurdiola adalah pendekatan dan filosofi sepak bola-nya yang sama dengan pelatih asal Spanyol itu.

Ini pula yang membuat keduanya menjadi dua orang yang paling mungkin menggulingkan City dan Guardiola dari takhtanya.

Baca juga: Telaah - Argentina bisa ikuti jejak sukses Italia setahun lalu

Keduanya telah membangunkan macan yang sudah lama tidur yang ketika sudah bangun dan berada dalam membangun momentumnya akan sangat sulit dihentikan siapa pun.

Revans MU terhadap City pada 14 Januari lalu atas kekalahan 3-6 pada 22 Oktober tahun lalu adalah contohnya. Pun penampilan Arsenal dalam babak keempat Piala FA pekan lalu.

Ini semua teror terhadap kekuasaan Guardiola dan Manchester City. Dan itu belum termasuk muka-muka baru seperti Newcastle dan Brighton.

Baca juga: Artikel - Piala Dunia dan peran sentral gelandang tengah

Kesengitan sampai ke tulang sumsum ini membuat Liga Inggris semakin menarik untuk disaksikan dan dinikmati, terutama karena ketidakterdugaannya dan tipisnya selisih kekuatan di antara tim-timnya.

Inilah yang membuat sulit sekali memprediksi siapa yang menjuarainya. Rangkaian pertandingan Liga Inggris berikutnya semakin menarik untuk dilihat, tak peduli antar tim papan atas, antar tim papan tengah atau bahkan antar tim papan bawahnya.
 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pep Guardiola dan akhir duopoli Liga Inggris