Cerita ibu Siti, sukarelawan pemulasaraan jenazah tanpa bayaran
...Wanita dengan tiga cucu yang berjuang bak Kartini ini menganggap dirinya bukan orang yang lemah, terbukti dari fakta bahwa ia bisa lolos dari lubang permasalahan dan saatnya menjadi contoh bagi perempuan lainnya
Momentum pandemi COVID-19 diakuinya sebagai waktu yang berat, lantaran dalam dua bulan varian delta menyerang Pulau Dewata, tercatat ada 150 jenazah yang ia kuburkan.
Kala itu, relawan Rumah Peduli Annisa dihadapkan dengan sulitnya pengadaan APD dan keterbatasan akses, ditambah perasaan iba terhadap keluarga penyintas yang tidak bisa dilibatkan dalam proses pemakaman.
Saat itu APD mahal sekali dan meminta kepada keluarganya tidak bisa. Keluarganya juga tidak boleh menjenguk. Siti dan tim yang pontang panting mencari, bahkan awalnya "kucing-kucingan" dengan aparat.
Baca juga: Lipsus - Pesan perjuangan Kartini dari Mollo
Meski demikian, ia tetap menggerakkan rumah peduli itu, bahkan berkaca dari terus melonjaknya biaya pemakaman, kini ia sedang memproses pembelian tanah seluas 1,2 hektare di Jembrana untuk pemakaman gratis.
Tak terbatas sebagai sukarelawan pemulasaraan jenazah, Siti juga mengontrak sebuah rumah berlantai dua di kawasan Denpasar Timur untuk ditempatkan oleh disabilitas dan lansia telantar.
Wanita dengan tiga cucu yang berjuang bak Kartini ini menganggap dirinya bukan orang yang lemah, terbukti dari fakta bahwa ia bisa lolos dari lubang permasalahan dan saatnya menjadi contoh bagi perempuan lainnya.
Baca juga: Artikel - Kiprah dua Kartini PLN dibalik berdirinya menara listrik darurat di Pulau Timor
Aksi sosial yang selama ini dia lakukan semata-mata karena tak ingin orang lain mengalami kesulitan yang ia rasakan seorang diri sebagai orang tua tunggal kala itu.
Siti selayaknya Kartini yang meski harus sembunyi-sembunyi ia tetap belajar, mengedukasi sekitar, dan tidak meratap lemah ketika ujian hidup datang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Cerita ibu sukarelawan pemulasaraan jenazah di Bali