Kupang (Antara NTT) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Nusa Tenggara Timur Sarman Marselinus mengatakan semua pihak berkewajiban menciptakan dan merawat toleransi beragama melalui komunikasi timbal-balik serta menghargai perbedaan yang dimiliki untuk menciptakan keharmonisan hubungan antarumat beragama.
"Mulai dari umat basis, tokoh awam hingga ke tokoh-tokoh agama harus berkewajiban dan bahkan menjadi garda terdepan untuk merawat toleransi beragama yang telah diciptakan sehingga tidak dirusak oleh kepentingan sesaat," katanya kepada Antara di Kupang, Senin.
Ia mengatakan hal itu terkait sikap tegas pemerintah akan pentingnya toleransi antarumat beragama, agar umat yang berbeda keyakinan dapat hidup berdampingan secara damai di Republik ini.
"Apa yang pernah diucapkan dan dipraktikan manttan Presiden Gus Dur bahwa toleransi itu tidak hanya untuk menciptakan, tetapi juga merawat, menjadi sikap tegas pemerintah dan siapapun yang berkepetingan dengan toleransi bahwa keharmonisan harus dijaga karena akan sulit memulihkan bila sudah retak," katanya.
Karena itu, menurut dia, untuk mewujudkan hal tersebut tokoh agama bisa menjadi garda terdepan menunjuk teladan dan menghalau bebragai macam pemicu terjadinya in-toleransi seperti bahaya radikalisme dan terorisme yang mulai menjangkiti anak bangsa Indonesia.
Bukan cuma itu, Kementerian Agama Republik Indonesia sebelumnya melalui Ditjen Bimas Islam terus melakukan sosialisasi guna mengantisipasi masuknya faham radikalisme di negara ini, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kami serius menangani kasus radikalisme yang sedang marak di negara ini," kata Ditjen Bimas Islam kemnedag RI, Machasin kepada wartawan, Senin.
Cara mengantisipasi ini, menurut dia, pihaknya akan membentuk Gerakan Nasional dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat guna mengantisipasi tumbuh suburnya paham paham radikalisme yang berkembang di masyarakat.
"Faham Radikalisme semakin nyata bahayanya terhadap masyarakat terutama kalangan muda di Indonesia," ujarnya.
Ia mengakui selama ini, pemerintah kurang mengantisipasi hal-hal yang dapat bermunculan melalui media media sosial sehingga media sosial dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggungjawab untuk menyebarluaskan faham radikalis yang dapat memicu pergolakan yang berdampak luas hingga in-toleransi.
Menurut Sarman Marselinus pasca sosialisasi itu pihaknya terus melakukan upaya pencegahan serta penyebaran paham dan gerakan radikal di seluruh kabupaten/kota melalui berbagai sarana, lembaga dan media massa.
Hal ini dimaksudkan selain sebagai pedoman yang dipegang kuat oleh para penganutnya, pendekatan agama ini juga optimal mengingat banyak aktivitas ekstrimisme yang berkedok agama.
"Ini gejala global. Kami mengharapkan agama mampu meyakinkan orang-orang muda bahwa jalan kekerasan adalah hal yang sangat salah," katanya.
Sebab pada prinsipnya kata dia agama yang sejati adalah agama yang menolak kekerasan dan mengajarkan umatnya kedamaian bukan kekerasan.
Rawat Toleransi Beragama di NTT
"Semua pihak berkewajiban menciptakan dan merawat toleransi beragama melalui komunikasi timbal-balik serta menghargai perbedaan yang dimiliki," kata Sarman Marselinus.