DKP NTT minta izin Purse Seine dicabut

id Purse seine

DKP NTT minta izin Purse Seine dicabut

Kapal-kapal Purse Seine besar yang tidak ramah lingkungan ikut menghancurkan ekosistem laut yang berdampak pada keberlanjutan hidup ikan-ikan dan biota laut lainnya. (ANTARA Foto/dok)

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT Ganef Wurgiyanto meminta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan segera mencabut izin pengoperasian bagi kapal-kapal purse seine di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur.
Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nusa Tenggara Timur Ganef Wurgiyanto meminta pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan segera mencabut izin pengoperasian bagi kapal-kapal purse seine di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur.

"Kapal-kapal purse seine besar membawa dampak pada rusaknya ekosistem laut, sehingga kami meminta kepada KKP agar segera mencabutnya surat izin penangkapan ikan (SIPI) bagi kapal-kapal tersebut," kata Ganef Wurgiyanto di Kupang, Selasa (27/3).

Ia mengemukakan hal itu terkait upaya menjaga ekosistem laut di provinsi setempat dari ancaman kepunahan akibat penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

PBB menyebutkan bahwa keanekaragaman hayati dan ekosistem di wilayah Amerika, Asia Pasifik, Afrika dan Eropa Asia Tengah akan terjadi penurunan drastis, dan wilayah Asia, termasuk Indonesia akan kehabisan stok ikan pada 2048.

Purse Seine disebut juga pukat cincin karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin sebagai tali untuk mengerut di dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan.

Prinsip menangkap ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan. Dengan demikian ikan-ikan terkumpul semuanya di bagian kantong tersebut untuk memperkecil ruang lingkup gerak ikan agar tidak melarikan diri.

Menurut Ganef, kehadiran kapal-kapal purse seine yang memiliki izin operasi di atas 12 mil di sekitar perairan NTT memberikan dampak buruk bagi ekositem laut dan nelayan lokal.

Baca juga: DKP NTT khawatir terhadap kapal purse seine
Baca juga: Nelayan NTT Keluhkan Penggunaan Purse Seine Besar
. Kapal-kapal Purse Seine besar yang tidak ramah lingkungan ikut menghancurkan ekosistem laut yang berdampak pada keberlanjutan hidup ikan-ikan dan biota laut lainnya. (ANTARA Foto/dok)

Kapal-kapal purse seine, lanjutnya, sudah dilarang dan dijaga secara ketat sehingga tidak beroperasi lagi di utara perairan Sulawesi Utara dan sekitarnya karena alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.

Selanjutnya berpindah ke selatan karena diizinkan beroperasi di atas 12 mil pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 573 dari Provinsi Banten hingga ke perairan NTT.

Ia menjelaskan, alat tangkap yang digunakan kapal-kapal purse seine ini ketika dilingkar pada titik tertentu maka akan meraup semua ikan serta biota laut yang ada di sekitarnya.

"Mereka juga bisa merambah masuk ke wilayah 12 mil NTT dan tidak terpantau karena keterbatasan jangkauan sarana kapal pengawas yang kita miliki," kata Mantan Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP NTT itu.

Selain itu, katanya, kapal-kapal purse seine juga menggunakan rumpon yang terus dikeluhkan masyarakat nelayan setempat karena menghalau migrasi ikan secara alamiah dari Samudera Hindia melewati perairan NTT menuju Pasifik.

Baca juga: PolAir NTT tindak tegas kapal purse seine
. Rumpon yang disita oleh sebuah kapal survei di selatan Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, Jumat (9/3), sebagai bukti bahwa alat penjaring ikan tersebut masih ditebar secara ilegal di sepanjang Laut Timor. (ANTARA Foto/Laurensius Molan)
"Memang KKP tidak pernah memberikan izin pemasangan rumpon, hanya saja kapal izin purse seine ini ada sehingga terus dipasang karena mereka tidak bisa menangkap ikan kalau tidak memasang rumpon," katanya.

Untuk itu, Ganef meminta pihak KKP agar mencabut izin pengoperasian kapal-kapal yang menggunakan purse seine pelagis besar di sekitar perairan NTT.

Selain untuk menjaga ekositem laut, katanya, juga untuk menghindari terjadinya konflik horisontal antarnelayan karena para nelayan di NTT tetap bertahan melaut dengan alat tangkap pancing manual yang ramah lingkungan.

"Ini yang harus dihindari, kita tidak ingin nelayan kita menjadi kecewa dan marah sehingga terjadi apa-apa saat melaut ketika mendapati ada kapal lain yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan," katanya.