Artikel - Menjadikan tenun ikat sebagai mata pencaharian perempuan NTT
Oleh Albertina Meo, Aloysius Lewokeda
Menenun tenun ikat belum dipandang sebagian besar orang sebagai mata pencarian, melainkan hanya sekadar pekerjaan tidak tetap atau serabutan...
Kupang (ANTARA) - Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal luas sebagai provinsi yang kaya akan produk kain tenun ikat. Karya budaya ini diproduksi kaum perempuan yang tersebar di 22 kabupaten/kota di provinsi berbasiskan kepulauan itu.
Kain tenun ikat menjadi bagian dari komoditi unggulan NTT yang kerap dipromosikan dalam berbagai kegiatan di kancah nasional hingga internasional.
Produk kain tenun ikat mampu memikat perhatian kalangan masyarakat karena berbagai keunikannya, seperti diproduksi dengan tangan manusia menggunakan alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu serta penggunaan warna yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan.
Tak hanya itu, kain tenun ikat yang dihasilkan dari setiap daerah di NTT memiliki motif berbeda-beda. Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTT mencatat NTT memiliki lebih dari 700 motif tenun ikat, yang masing-masing mengandung narasi filosofi yang berbeda.
Produk kain tenun ikat NTT bukan hanya sekadar hasil buatan kaum perempuan NTT, namun juga dinilai sebagai karya intelektual yang tidak kalah dengan berbagai karya seni yang tersohor di dunia.
Bahkan kain tenun ikat NTT diklaim tidak kalah dengan karya-karya seniman dunia, seperti Michelangelo, Leonardo da Vinci.
Tenun ikat NTT bukan baru naik kelas, namun kelasnya sudah di atas sejak dulu karena sudah masuk di berbagai acara besar tingkat mancanegara, seperti fashion week di New York, Paris, Milan, London.
Namun, ada tantangan yang dihadapi di NTT sendiri, yaitu belum banyak masyarakat yang melihat keunggulan ini sebagai potensi besar untuk memberikan keuntungan ekonomi.
Regenerasi penenun tenun ikat di NTT juga menjadi "pekerjaan rumah" mengingat jumlah penenun yang kian berkurang serta masih didominasi oleh perempuan dewasa atau ibu-ibu rumah tangga.
Yang kurang adalah masih banyak orang-orang NTT yang tidak cinta karya tenun ikat yang luar biasa ini.
Usaha potensial
Pelaku UMKM menilai usaha tenun ikat memiliki potensi besar memberi keuntungan karena sejalan dengan perkembangan sektor pariwisata di NTT yang tengah bergerak maju.
Meskipun produk tidak terjual setiap hari, namun keuntungan dalam sekali penjualan bisa mencukupi target pendapatan selama beberapa waktu.
Sekali pembelian kain tenun itu bisa bernilai jutaan rupiah, sehingga tetap ada keuntungan usaha, termasuk untuk para penenun.
Peluang bagi produk tenun ikat bisa terserap lebih tinggi di pasar melalui berbagai pameran yang diselenggarakan pemerintah daerah hingga pemerintah pusat dalam ajang berskala lokal hingga internasional.
Wati Ontong, salah satu perajin memutuskan untuk tetap mengandalkan usaha tenun ikat yang digeluti sebagai sumber pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Usaha tenun ikan juga dapat memberikan keuntungan secara berkelanjutan bagi masyarakat, terutama kalangan perempuan di NTT.
Aktivitas memproduksi kain tenun ikat seyogyanya tergantung pada musim tertentu, seperti di bidang pertanian, perikanan, yang merupakan mata pencarian masyarakat di NTT pada umumnya.
Menenun itu adalah pekerjaan yang tanpa mengenal musim, bisa dilakukan setiap waktu, berkelanjutan sehingga dapat terus memberikan keuntungan ekonomi.
Pelaku UMKM tenun ikat di NTT saat ini, bahkan bisa meraup kentungan hingga puluhan juta rupiah dalam sebulan.
Namun, saat ini belum banyak penenun yang memproduksi tenun ikat untuk dipasarkan secara konsisten dan berkelanjutan. Sebagian besar penenun NTT memproduksi kain tenun ikat manakala ada pemesanan dari pembeli.
Menenun tenun ikat belum dipandang sebagian besar orang sebagai mata pencarian, melainkan hanya sekadar pekerjaan tidak tetap atau serabutan.
Kondisi itu yang membuat Dekranasda NTT terus bergerak mendorong para perempuan penenun agar mengubah cara pandang mereka untuk menjadikan tenun sebagai mata pencarian utama.
Dekranasda NTT juga memberikan kemudahan bagi para penenun dengan menyediakan bahan baku berupa benang dengan berkualitas bagus, yakni tidak luntur, lebih halus, dan ringan sehingga mudah digunakan.
Meskipun penggunaan benang berkualitas bagus membutuhkan biaya sedikit lebih tinggi namun pengeluaran bisa tertutupi dengan penjualan produk dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Pasar terbuka
Penenun tenun ikat di NTT tak perlu khawatir untuk memasarkan produk yang dihasilkan karena berbagai pemangku kepentingan terus berupaya memfasilitasi proses pemasaran.
Dekranasda NTT terus memperluas jaringan kemitraan untuk memperluas pangsa pasar bagi produk tenun ikat yang dimiliki pelaku UMKM di provinsi itu.
Selain itu instansi-instansi vertikal juga hadir memberikan dukungan, seperti Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT melalui kegiatan Exotic Tenun Fest, Kantor Wilayah Ditjen Kekayaan Negara Bali dan Nusa Tenggara yang melakukan lelang produk UMKM, maupun berbagai kegiatan pameran yang dilakukan pemerintah daerah dan kementerian.
Baca juga: Artikel - Selembar tenun ikat motif tiga garuda dan mimpi Mama Selly
Pemerintah daerah di NTT juga menerapkan pemakaian tenun ikat bagi seluruh pegawai di lingkungan pemerintahan pada hari tertentu.
Gubernur NTT Laiskodat sendiri mendorong agar pemakaian tenun ikat ditingkatkan menjadi dua atau tiga hari dalam seminggu.
Program ini tidak hanya sebagai bentuk apresiasi tertinggi, namun juga untuk menyerap karya intelektual tenun ikat yang luar biasa.
Baca juga: Artikel - Merajut semangat kaum milenial melestarikan tenun ikat NTT sambut G-20
Beragam dukungan sebagai langkah penting untuk memotivasi para perempuan di NTT agar terus berkarya menghasilkan tenun ikat dan mengandalkannya sebagai bagian dari sumber mata pencarian.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjadikan tenun ikat sebagai mata pencaharian perempuan NTT
Kain tenun ikat menjadi bagian dari komoditi unggulan NTT yang kerap dipromosikan dalam berbagai kegiatan di kancah nasional hingga internasional.
Produk kain tenun ikat mampu memikat perhatian kalangan masyarakat karena berbagai keunikannya, seperti diproduksi dengan tangan manusia menggunakan alat tenun tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu serta penggunaan warna yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan.
Tak hanya itu, kain tenun ikat yang dihasilkan dari setiap daerah di NTT memiliki motif berbeda-beda. Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTT mencatat NTT memiliki lebih dari 700 motif tenun ikat, yang masing-masing mengandung narasi filosofi yang berbeda.
Produk kain tenun ikat NTT bukan hanya sekadar hasil buatan kaum perempuan NTT, namun juga dinilai sebagai karya intelektual yang tidak kalah dengan berbagai karya seni yang tersohor di dunia.
Bahkan kain tenun ikat NTT diklaim tidak kalah dengan karya-karya seniman dunia, seperti Michelangelo, Leonardo da Vinci.
Tenun ikat NTT bukan baru naik kelas, namun kelasnya sudah di atas sejak dulu karena sudah masuk di berbagai acara besar tingkat mancanegara, seperti fashion week di New York, Paris, Milan, London.
Namun, ada tantangan yang dihadapi di NTT sendiri, yaitu belum banyak masyarakat yang melihat keunggulan ini sebagai potensi besar untuk memberikan keuntungan ekonomi.
Regenerasi penenun tenun ikat di NTT juga menjadi "pekerjaan rumah" mengingat jumlah penenun yang kian berkurang serta masih didominasi oleh perempuan dewasa atau ibu-ibu rumah tangga.
Yang kurang adalah masih banyak orang-orang NTT yang tidak cinta karya tenun ikat yang luar biasa ini.
Usaha potensial
Pelaku UMKM menilai usaha tenun ikat memiliki potensi besar memberi keuntungan karena sejalan dengan perkembangan sektor pariwisata di NTT yang tengah bergerak maju.
Meskipun produk tidak terjual setiap hari, namun keuntungan dalam sekali penjualan bisa mencukupi target pendapatan selama beberapa waktu.
Sekali pembelian kain tenun itu bisa bernilai jutaan rupiah, sehingga tetap ada keuntungan usaha, termasuk untuk para penenun.
Peluang bagi produk tenun ikat bisa terserap lebih tinggi di pasar melalui berbagai pameran yang diselenggarakan pemerintah daerah hingga pemerintah pusat dalam ajang berskala lokal hingga internasional.
Wati Ontong, salah satu perajin memutuskan untuk tetap mengandalkan usaha tenun ikat yang digeluti sebagai sumber pendapatan utama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Usaha tenun ikan juga dapat memberikan keuntungan secara berkelanjutan bagi masyarakat, terutama kalangan perempuan di NTT.
Aktivitas memproduksi kain tenun ikat seyogyanya tergantung pada musim tertentu, seperti di bidang pertanian, perikanan, yang merupakan mata pencarian masyarakat di NTT pada umumnya.
Menenun itu adalah pekerjaan yang tanpa mengenal musim, bisa dilakukan setiap waktu, berkelanjutan sehingga dapat terus memberikan keuntungan ekonomi.
Pelaku UMKM tenun ikat di NTT saat ini, bahkan bisa meraup kentungan hingga puluhan juta rupiah dalam sebulan.
Namun, saat ini belum banyak penenun yang memproduksi tenun ikat untuk dipasarkan secara konsisten dan berkelanjutan. Sebagian besar penenun NTT memproduksi kain tenun ikat manakala ada pemesanan dari pembeli.
Menenun tenun ikat belum dipandang sebagian besar orang sebagai mata pencarian, melainkan hanya sekadar pekerjaan tidak tetap atau serabutan.
Kondisi itu yang membuat Dekranasda NTT terus bergerak mendorong para perempuan penenun agar mengubah cara pandang mereka untuk menjadikan tenun sebagai mata pencarian utama.
Dekranasda NTT juga memberikan kemudahan bagi para penenun dengan menyediakan bahan baku berupa benang dengan berkualitas bagus, yakni tidak luntur, lebih halus, dan ringan sehingga mudah digunakan.
Meskipun penggunaan benang berkualitas bagus membutuhkan biaya sedikit lebih tinggi namun pengeluaran bisa tertutupi dengan penjualan produk dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Pasar terbuka
Penenun tenun ikat di NTT tak perlu khawatir untuk memasarkan produk yang dihasilkan karena berbagai pemangku kepentingan terus berupaya memfasilitasi proses pemasaran.
Dekranasda NTT terus memperluas jaringan kemitraan untuk memperluas pangsa pasar bagi produk tenun ikat yang dimiliki pelaku UMKM di provinsi itu.
Selain itu instansi-instansi vertikal juga hadir memberikan dukungan, seperti Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT melalui kegiatan Exotic Tenun Fest, Kantor Wilayah Ditjen Kekayaan Negara Bali dan Nusa Tenggara yang melakukan lelang produk UMKM, maupun berbagai kegiatan pameran yang dilakukan pemerintah daerah dan kementerian.
Baca juga: Artikel - Selembar tenun ikat motif tiga garuda dan mimpi Mama Selly
Pemerintah daerah di NTT juga menerapkan pemakaian tenun ikat bagi seluruh pegawai di lingkungan pemerintahan pada hari tertentu.
Gubernur NTT Laiskodat sendiri mendorong agar pemakaian tenun ikat ditingkatkan menjadi dua atau tiga hari dalam seminggu.
Program ini tidak hanya sebagai bentuk apresiasi tertinggi, namun juga untuk menyerap karya intelektual tenun ikat yang luar biasa.
Baca juga: Artikel - Merajut semangat kaum milenial melestarikan tenun ikat NTT sambut G-20
Beragam dukungan sebagai langkah penting untuk memotivasi para perempuan di NTT agar terus berkarya menghasilkan tenun ikat dan mengandalkannya sebagai bagian dari sumber mata pencarian.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjadikan tenun ikat sebagai mata pencaharian perempuan NTT