Pengamat tak sepakat dengan KPU terkait hasil Pilkada Sabu Raijua

id NTT,Sabu Raijua,Pilkada Sabu Raijua,Bupati terpilih Sabu Raijua

Pengamat tak sepakat dengan KPU terkait hasil Pilkada Sabu Raijua

Pengamat hukum administasi negara dari Universitas Nusa Cendana di Kupang, Dr Jhon Tuba Helan. ANTARA/Bernadus Tokan

Bahwa hasil Pilkada 2020 di Kabupaten Sabu Raijua sudah sah, itu sama sekali tidak dibenarkan
Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana di Kupang, Dr Jhon Tuba Helan, tidak sepakat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan hasil pemilihan dalam Pilkada serentak 2020 di Kabupaten Sabu Raijua sudah sah.

"Saya sayangkan itu dari pihak KPUD Provinsi NTT juga KPU Pusat menyatakan bahwa hasil pemilihan (Pilkada 2020 Kabupaten Sabu Raijua) sudah sah, itu sama sekali tidak dibenarkan," katanya, ketika dihubungi di Kupang, Kamis, (4/2).

Ia mengatakan hal itu menanggapi polemik hasil pemilihan dalam Pilkada Serentak 2020 di Kabupaten Sabu Raijua di mana bupati terpilih, Orient P Riwu Kore, disebut memiliki status sebagai warga negara Amerika Serikat. 

Helan tidak sepakat dengan KPU yang menyatakan bahwa hasil pemilihan hingga penetapan bupati terpilih Sabu Raijua adalah sah. "KPU boleh menyatakan hasil pemilihan sudah sesuai prosedur, tetapi menyatakan sah dan tidak itu khan harus berdasarkan dokumen yang dimasukkan," katanya.

Jika kemudian dokumen bupati terpilih yang seharusnya berstatus WNA tetapi dimasukkan jadi WNI maka semestinya hasil pemilihan tidak bisa dikatakan sebagai hasil yang sah.

Dosen Fakultas Hukum Undana itu mengatakan, jika selanjutnya diketahui dokumen bupati terpilih dibuktikan tidak sah atau cacat secara hukum maka hasilnya juga tidak sah. Pasal 7 atat 1 UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa kepala daerah haruslah seorang yang menyandang kewarganegaraan Indonesia.

Indonesia tidak menganut paham dwikewarganegaraan kecuali anak hasil perkawinan campur kebangsaan, dimana anak hasil perkawinan itu harus menentukan kewarganegaraannya pada usia 18 tahun. 

Dengan demikian pasangan calon terpilih tidak bisa dilantik karena suara yang diperoleh dianggap suara yang tidak sah.

"Di dalam UU Pilkada kita sudah menyatakan dengan jelas bahwa WNA tidak boleh menjadi calon. Artinya tidak ada hak maka suara yang diperoleh harus dianggap sebagai tidak sah," katanya.

Riwu Kore dinyatakan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta benar memiliki paspor Amerika Serikat sebagaimana dinyatakan dalam surat mereka kepada KPUD Kabupaten Sabu Raijua. 

Secara hukum, pasal 7 atat 1 UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa kepala daerah haruslah seorang yang menyandang kewarganegaraan Indonesia. Selain itu, di dalam pasal 23 huruh h UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dinyatakan bahwa warga negara Indonesia kehilangan hak kewarganegaraannya jika memiliki kartu identitas resmi dari negara lain. 

Kasus kewarganegaraan ganda pada pejabat publik Indonesia pernah terjadi sebelumnya, saat Arcandra Tahar diketahui memiliki paspor Amerika Serikat sejak 2012.

Baca juga: Status kependudukan Orient Riwu Kore, ini penjelasan Kemendagri

Baca juga: Bawaslu dalami keabsahan dokumen Kedubes AS terkait WNA sebagai cabup


Hal ini terungkap setelah dia dilantik dan diambil sumpahnya sebagai menteri ESDM pada Kabinet Kerja Pertama, pada 27 Juli 2016. Ia hanya dua pekan ada di kursi itu sampai akhirnya dia dicabut sebagai menteri ESDM. Kenyataan ini sempat menjadi polemik di ruang publik dan pemberitaan. 

Kemudian, Tahar dikukuhkan kembali identitas kewarganegaraan Indonesia-nya dan pada Oktober 2016 dilantik menjadi wakil menteri ESDM.