Petronela kembali ke pelukan ibunya

id TKW

Petronela kembali ke pelukan ibunya

Petronela Malena (kanan), seorang TKW asal Kabupaten Belu, NTT akhirnya kembali dalam pelukan ibunya setelah hampir 9 tahun putus komunikasi. (ANTARA Foto/Aloysius Lewokeda)

"Saya tidak tahu sama sekali kalau selama bertahun-tahun ini anak saya ada di Malaysia, karena saat itu ia ada di Malaka bersama ayahnya," kata Theresia Sose.
Kupang (AntaraNews NTT) - Suasana ramai di pintu kedatangan Bandara El Tari Kupang, Jumat (2/3) sore itu seketika hening saat Petronela Malena (34), seorang TKW asal Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur berpelukan dengan sang ibu.

Wajah sang ibu, Theresia Sose (65) yang sebelumnya tampak cemas menanti kedatangan buah hatinya bersama sejumlah sanak keluarga, tiba-tiba basah karena tak sanggup lagi membendung air matanya saat tangannya merangkul erat Petronela di pintung kedatangan Bandara El Tari Kupang.

Waktu akhirnya mempertemukan kembali Theresia Sose dan Petronela Malena, setelah hampir sembilan tahun lamanya berpisah. Pada 2009, Petronela meninggalkan kampung halamannya menuju Malaysia sebagai seorang TKW.

Kepergiannya ke Malaysia waktu itu tanpa sepengetahuan sang ibunda. Selama hampir sembilan tahun lamanya, Petronel bekerja sebagai pembantu rumah tangga  pada seorang majikan di negeri jiran Malaysia.

"Saya tidak tahu sama sekali kalau selama bertahun-tahun ini anak saya ada di Malaysia, karena saat itu ia ada di Malaka bersama ayahnya," kata Theresia Sose.

Petronela menuturkan, sejak awal bekerja semuanya berjalan lancar dengan gaji yang diperolehnya selama dua tahun pertama sebesar 550 ringgit Malaysia atau setara Rp1.925.000.

"Awalnya bekerja saya digaji 550 ringgit kemudian dalam perjalanan menjadi 600 ringgit (Rp2,1 juta) dan terakhir digaji 800 ringgit (Rp2,8 juta). Kata majikan, gaji dikirim semua ke rekening saya," katanya.

Namun, kada dia, ada yang berbeda dengan perlakuan majikannya yang mulai melarangnya berkomunikasi dengan keluarga semenjak ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

"Saya digaji dengan baik, tapi ketika saya minta cuti majikan selalu tidak mau, saya minta telpon dengan sanak kelurga juga majikan melaranganya. Ini yang saya lihat aneh," katanya.

Semenjak itulah, Petronela hilang kabar dari keluarga, "Bahkan hanya untuk keluar rumah saja harus bersama-sama dengan majikan," katanya dalam nada kesal.

Selain itu, ia mengaku hanya meminta untuk melihat jumlah pundi-pundi uang yang dikumpulkan selama bekerja pun tidak diizinkan majikan.

Tidak Disiksa
Petronela tampaknya masih beruntung karena hanya terisolasi dari semua akses komunikasi dengan keluarganya, dibandingkan nasib TKI asal Nusa Tenggara Timur lain yang mengalami penyiksaan secara tidak manusiawi sampai akhirnya meninggal dunia.

"Saya tidak mengalami penyiksaan selama bekerja, majikan tidak memukul saya," katanya menepis adanya informasi yang beredar bahwa dirinya mengalami penyekapan dan dikurung dalam ruangan oleh majikan selama bertahun-tahun.

Hanya saja ia mengaku pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga cukup berat karena setiap hari harus mengangkat makanan anjing yang dijual majikannya.

"Majikan saya punya toko menjual makanan anjing, paling berat yang selalu saya angkat itu yang ukuran 18 kilogram," katanya.

Selama bekerja, Petronela berstatus legal karena dokumennya tercatat di Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang sejak 2009.

Hanya saja keberdaannya tidak diketahui pihak BP3TKI setelah dua tahun bekerja karena ia tidak mengajukan perpanjangan kontrak kerjanya.

Terhadap hal ini, Kepala BP3TKI Kupang Tato Tiran, mengatakan banyak tenaga kerja asal NTT yang keberadaanya tidak diketahui setelah dua tahun bekerja karena mereka tidak mengajukan perpanjangan masa kontrak kerja melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di luar negeri.

"Ada yang sudah pulang ke kampung halaman atau belum sulit kami ketahui karena banyak yang tidak melaporkan kembali kepada kami," katanya.

KTP palsu
Meskipun berstatus sebagai TKI legal, Petronela malah mengantongi KTP palsu dengan nama yang diganti menjadi Petronela Nahak, alamat asal yang sebelumnya dari Kabupaten Belu juga diubah menjadi Kabupaten Kupang.

Ia mengaku, bahkan ketika diberangkatkan pada 2009 silam, ia tidak mengetahui identitas perekrut dan nama perusahaan yang merekrutnya.

"Yang saya tahu saya dibawa ke tempat di belakang terminal di daerah Wali Kota Kupang, kemudian ke Jakarta selama dua bulan di sana lalu ke Malaysia," katanya.

Kepala BP3TKI Kupang Tato Tirang mengatakan, Petronela Malena merupakan TKI legal karena memiliki data yang terekam di BP3TKI setempat dan direkrut PT Putra Jabung Perkasa dan diberangkatkan ke Malaysia pada Mei 2009.

Sementara terkait kepemilikan KTP palsu itu, Tato Tirnag mengakui bahwa calon TKI yang diberangktan terutama sebelum tahun 2014 memiliki dokumen palsu.

Hal itu disebabkan karena sebelum 2014, BP3TKI belum dilengkapi dengan peralatan untuk memvalidasi dokumen ketenagakerjaan.

"Namun sejak 2014 sampai sekarang ini kami sudah dilengkapi peralatan untuk memvalidasi berbagai dokumen makanya tidak ada yang berangkat kalau tidak memiliki dokumen lengkap," katanya.

"Kalau dulu kita ditipu, semua dokumen palsu karena kita tidak punya alat untuk memvalidasi dokumen itu sehingga dianggap sudah benar dikeluarkan Disdukcapil kabupaten yang bersangkutan." katanya lagi.

Hanya saja, Tato Tirang menyayangkan karena Petronela Malena tidak pulang saat habis masa kontraknya selam dua tahun.

"Boleh perpanjang perjanjian kontrak kerja dengan majikan melalui KJRI setempat, nanti perjanjian itu dibawa pulang ke sini (Kupang) untuk diperpanjang," katanya.

Ia menjelaskan, selanjutnya TKI yang memberikan pengajuan akan menjalani pemeriksaan kesehatan, membayar asuransi sesuai lama perjanjian kontrak kerjanya.

"Baru kita input datanya, dan dia bisa pulang kembali ke luar negeri untuk bekerja, tapi masalanya yang bersangkutan tidak pulang sehingga kita tidak tahu bagaiamana dia memperpanjang kontraknya," katanya.

BP3TKI Kupang pun telah menjemput Pertonela Malena untuk diamankan sementara sebelum dipulangkan ke kampung halamannya bersama sanak keluarganya dan ibu kandungnya Theresia Sose.